Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Coba Kelas Standar, BPJS Kesehatan: Implementasi Penuh Tunggu Aturan

BPJS Kesehatan menyatakan rencana penerapan kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan kelas rawat inap standar (KRIS) pada Juli 2022 masih menunggu payung hukum.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti./Annasa Rizki Kamalina
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti./Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan rencana penerapan kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan kelas rawat inap standar (KRIS) pada Juli 2022 masih menunggu rumusan yang akan menjadi payung hukum uji coba.

Dia mengatakan masih perlu pematangan terkait definisi, tujuan, dan kriteria untuk KRIS karena pada awalnya KRIS dibuat untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.

Sama halnya pada kesimpulan hasil Rapat Kerja Komisi IX DPR bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan DJSN, saat ini pemerintah masih akan merumuskan regulasi yang menjadi payung hukum uji coba dan implementasi KRIS.

“Dari sisi rumusan sendiri masih perlu dirumuskan, termasuk tujuan, definisi seperti apa, kriteria seperti apa. Harus disepakati dahulu, baru diuji coba,” ujar Ali di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Selasa (5/7/2022).

Artinya, uji coba baru akan berlangsung ketika rumusan tersebut selesai. Ali berharap rumusan tersebut dapat segera rampung sehingga uji coba pun dapat segera terlaksana.

“Uji coba ya kalau sudah selesai, ini memang harus jelas mengenai peraturan, semoga tahun ini,” lanjutnya.

Pemerintah pada dasarnya melakukan uji coba dalam rangka untuk mengetahui apakah kelas rawat inap standar atau KRIS dapat diterapkan di rumah sakit Indonesia atau tidak. Selain itu, juga untuk melihat dampak yang terjadi dari penerapan standar tersebut.

Meski khawatir akan terjadi kenaikan besaran iuran dengan adanya KRIS, Ali menegaskan bahwa BPJS berharap tidak ada kenaikan iuran hingga 2024 atau pada saat KDK dan KRIS 100 persen terlaksana.

“Kami berharap sampai 2024 tidak ada kenaikan iuran. Sekarang saja kelas 3 membayar sekitar Rp35.000/orang, harusnya Rp42.000/orang, Rp7.000 disubsidi, itu saja banyak yang nunggak ada beberapa juta orang, bayangkan kalau dua kali lipat, bakal nunggak lebih banyak, bisa dibayangkan beban APBN akan membengkak,” paparnya.

Secara keseluruhan, sebagai pihak yang bertugas mengimplementasikan KDK dan KRIS, BPJS Kesehatan meminta masyarakat untuk sabar karena banyak hal yang harus diperhitungkan lebih komprehensif dan hati-hati, terutama soal iuran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper