Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan setidaknya rumah sakit membutuhkan Rp150 miliar untuk menerapkan kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan kelas rawat inap standar (KRIS).
Pasalnya, dalam penerapan KDK dan KRIS, ada syarat besaran ruangan dan kapasitas ruangan yang memaksa rumah sakit harus menambah atau bahkan memugar ruangan.
Di Juli ini, pemerintah akan segera melakukan uji coba penerapan KDK dan KRIS hingga akhir tahun mendatang.
“Rumah sakit harus mengeluarkan uang sekitar Rp150 miliar, kalau rumah sakit mengeluarkan Rp150 miliar, apakah sudah ada anggarannya? Apalagi rumah sakit daerah,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan DJSN, Senin (5/7/2022).
Untuk itu, Komisi IX DPR bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional telah melakukan survei dan supervisi terhadap beberapa rumah sakit yang telah siap dan memenuhi kriteria KDK dan KRIS.
Ali menyampaikan setidaknya ada lima rumah sakit vertikal yang telah memiliki infrastruktur sesuai dengan kriteria KRIS dan telah siap untuk melakukan uji coba.
Kelima rumah sakit tersebut yaitu RSUP Kariadi Semarang, RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP Dr. Johannes Leimena Ambon, RSUP Surakarta, dan RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang.
"Yang kami inginkan adalah untuk uji coba kira-kira untuk kami ketahui sebetulnya KRIS ini dapat tidak diterapkan di rumah sakit? Bagaimana dampaknya pada mutu layanan, penerimaan, ataupun kesiapan RS itu sendiri," ujarnya.
Pada dasarnya, penerapan KRIS dan KDK ini adalah amanah dari UU No. 40/2004 tentang SJSN. Dalam pasal 23 ayat 4 berbunyi, “dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.”
Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene meminta kepada pembuat regulasi dan dalam pelaksanaannya nanti agar penerapan KRIS ini harus sempurna. Adanya kriteria tertentu jangan sampai penerapan KRIS yang bertujuan meningkatkan pelayanan, malah akan menyebabkan masalah.
"Seperti yang dikhawatirkan sejumlah anggota komisi tadi, jangan (penerapan KRIS ini) malah menambah penumpukan (pasien) karena ketidaksiapan ruang atau tempat tidur pasien," ujar Felly.
Rencananya, sebelum penerapan KRIS dan KDK di seluruh rumah sakit pada 2024 nanti, saat ini Kemenkes, BPJS, dan DJSN terus menyosialisasikan dan memberikan edukasi publik terkait sistem yang akan berlaku.
Mereka pun juga akan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) uji coba implementasi KRIS di 5 RS vertikal terpilih tersebut.
DJSN bersama Kemenkes terus melakukan revisi Perpres No. 82/2018 tentang jaminan kesehatan dan peraturan lainnya. DJSN juga akan melakukan pendampingan kepada 50 persen RS vertikal terpilih guna persiapan infrastruktur KRIS JKN pada semester 1/2023 dan implementasi KRIS JKN di RS tersebut dengan 9 kriteria.