Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tiket Pesawat Mahal, Bos Garuda (GIAA) Butuh Kebijakan Tuslah

Garuda Indonesia (GIAA) mengaku membutuhkan kebijakan tuslah harga tiket pesawat.
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia terparkir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (21/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia terparkir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (21/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) membutuhkan kebijakan tarif tuslah bahan bakar atau fuel surcharge untuk tiket pesawat yang sebagian kalangan menilai harganya mahal.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menekankan bahwa komunikasi antara pelaku industri penerbangan dan regulator, yang menerapkan kebijakan tuslah maupun tarif batas atas atau TBA, sangat diperlukan.

Dia juga mendorong komunikasi soal tarif penerbangan yang saat ini meningkat sejalan dengan kenaikan bahan bakar avtur serta semaking longgarnya pembatasan mobilitas masyarakat.

"Kita perlu sama-sama komunikasikan dengan baik dan kita perlu sama memahami bahwa terbang itu mahal. Yang komentar [tiket mahal] itu banyak yang gak terbang soalnya," ucap Irfan saat ditemui di Gedung DPR, Senin (4/7/2022).

Irfan menjelaskan bahwa sebagai salah satu pelaku industri penerbangan, Garuda Indonesia menyetujui adanya fuel surcharge sejalan dengan naiknya harga avtur. Di sisi lain, dia menyebut pengguna jasa juga ikut terbebani akibat harga tiket pesawat yang naik akibat dampak kondisi global tersebut.

"Kalau ditanya apakah mau dinaikkan [tarif] ya saya sih mau saja, tapi mencederai publik. Ini kita perlu juga sama-sama," ujarnya.

Di sisi lain, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi belum lama ini menyebut masih mengkaji kebijakan pengenaan biaya tambahan atau fuel surcharge yang telah berlaku pada April 2022 lalu. Untuk diketahui, kebijakan tuslah berakhir pada Juli 2022 ini.

Budi Karya membenarkan bahwa kebijakan tersebut telah berlaku selama tiga bulan, dan akan dievaluasi. Namun, hingga akhir Juni 2022 yang lalu, belum ada kepastian apakah kebijakan tersebut akan diperpanjang.

"Jadi kami lihat kalau nanti fuel itu memang turun akan kita hilangkan. Tapi kalau biaya masih tetap tinggi tinggi itu tetap [kebijakannya]. Belum [ada kepastian]. Nanti kami lihat," ujarnya di kantor Kemenhub, Senin (24/6/2022).

Sebelumnya, pemerintah mengizinkan maskapai untuk melakukan penyesuaian biaya (fuel surcharge) pada angkutan udara penumpang dalam negeri dengan besaran 10 persen di atas TBA untuk pesawat jet, dan 20 persen di atas TBA untuk pesawat baling-baling (propeller).

Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.68/2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper