Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jerman Catat Defisit Neraca Perdagangan pada Mei 2022, Pertama Kali Sejak 1991

Jerman mencatat defisit neraca perdagangan sebesar 1 juta europada bulan Mei menyusul lonjakan biaya impor dan lesunya permintaan.
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman. Jerman mencatat defisit neraca perdagangan bulanan pertama sejak 1991 pada Mei 2022./neweurope.eu
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman. Jerman mencatat defisit neraca perdagangan bulanan pertama sejak 1991 pada Mei 2022./neweurope.eu

Bisnis.com, JAKARTA - Jerman mencatat defisit neraca perdagangan pertama dalam tiga dekade pada Mei 2022, karena perusahaan menghadapi lonjakan biaya impor dan lesunya permintaan di tengah prospek ekonomi yang lebih suram.

Dilansir Bloomberg pada Senin (4/7/2022), Jerman mencatat defisit sebesar 1 miliar euro pada bulan Mei, defisit bulanan pertama sejak tahun 1991. Defisit ini didorong oleh ekspor yang secara tak terduga turun 0,5 persen, sementara impor naik 2,7 persen, jauh lebih banyak dari proyeksi para ekonom.

Ekonom Oxford Economics Oliver Rakau mengatakan penurunan ekspor Mei masih masuk akal, mengingat kondisi ekonomi saat ini yang tidak kondusif.

“Pasr perlu fokus pada impor, dan di sana pada perkembangan harga,” ujar Rakau seperti dikutip Bloomberg, Senin (4/7/2022).

Invasi Rusia ke Ukraina dan pembatasan terkait Covid-19 di China mendatangkan malapetaka pada rantai pasokan global. Jerman terkena dampak paling besar karena negara ekonomi terbesar di Eropa ini sebagian besar berorientasi pada ekspor.

Harga produk impor seperti energi, makanan, dan suku cadang yang digunakan oleh produsen naik lebih dari 30 persen di bulan Mei dibandingkan tahun lalu, sementara biaya untuk ekspor naik hanya sekitar setengahnya.

Rakau mengatakan, bahkan jika data terlihat biasa saja ketika disesuaikan dengan inflasi, perdagangan lintas batas masih akan memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan Jerman, yang juga dihitung secara riil.

“Dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian yang tinggi, prospek perdagangan agak suram," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper