Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perpres Tarif EBT Belum Rampung, Tunggu Persetujuan Erick Thohir

Perpres itu dinanti industri EBT untuk meningkatkan nilai tawar investasi dan keekonomian bisnis energi bersih dalam negeri.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membeberkan rancangan Peraturan Presiden tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) masih menunggu persetujuan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir untuk kemudian disahkan Presiden Joko Widodo.

Perpres itu dinanti industri EBT untuk meningkatkan nilai tawar investasi dan keekonomian bisnis energi bersih dalam negeri.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan kementeriannya masih melakukan pembahasan intensif dengan Kementerian BUMN untuk dapat mempercepat pengesahan Perpres yang dinilai sebagai bantalan penguat industri EBT domestik di tengah program transisi energi saat ini.

“Rancangan Perpres untuk tarif EBT ini sudah hampir selesai, kami masih menyelesaikan dengan kementerian BUMN, jadi satu menteri yang masih belum paraf, kita masih ada satu isu yang sekarang coba kita selesaikan,” kata Dadan dalam Seminar Bioenergi Tingkatkan Bauran Green Energy PLN yang disiarkan daring, Kamis (30/6/2022).

Di sisi lain, Dadan menambahkan pemerintah juga tengah menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk menindaklanjuti inisiatif undang-undang yang sudah dirampungkan dewan perwakilan rakyat (DPR).

“DIM-nya sudah ada sebenarnya sehingga bisa jadi percepatan. Kita sebagai tuan rumah G20 kan harus ada yang bisa kita tunjukkan, kalau komisi VII targetnya RUU ini bisa final sebelum G20 summit November nanti,” tuturnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi pada sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) baru mencapai US$0,67 miliar hingga Juni 2022. Torehan itu sekitar 16,9 persen dari target investasi yang dipatok mencapai US$3,97 miliar pada tahun ini.

Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per Juni 2022, capaian investasi sektor Bioenergi yang terdiri dari PLT Bioenergi dan Pabrik Biodiesel sebesar sekitar US$36 juta atau 22,2 persen dari total target investasi yang dipatok US$162 juta.

Sementara itu, capaian investasi PLT Panas Bumi berada di angka US$251 juta atau 26,5 persen dari keseluruhan target investasi yang diharapkan mencapai di angka US$947 juta.

Adapun, torehan investasi untuk PLT Aneka EBT yang terdiri dari PLTA, PLTM, PLTMH, PLTS Atap dan PLTS sebesar sekitar US$379 juta atau 13,3 persen dari total target investasi di 2022 yang sebesar US$2,86 miliar.

Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengatakan rendahnya realisasi investasi pada sektor EBT hingga kuartal kedua tahun ini disebabkan karena iklim investasi yang masih menyulitkan pelaku usaha beralih pada pembangunan pembangkit listrik rendah karbon tersebut.

Bahkan, AESI mengatakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN cenderung mempersulit perizinan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang diinisiasi oleh swasta.

Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengatakan sebagian besar investor masih menunggu terbitnya Perpres tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditargetkan rampung pada tahun ini.

Menurut Fabby, pelaku usaha masih ragu untuk berekspansi pada sektor EBT lantaran payung hukum yang berlaku saat ini, Peraturan Menteri ESDM No. 50/2017 dan Permen ESDM No. 10/2017 membuat proyek pembangkit EBT tidak bankable.

Konsekuensinya, sebagian besar proyek yang sudah melewati tahap power purchase agreement atau PPA belakangan batal dibangun karena tidak dapat memenuhi kewajiban pembiayaan atau financial closing.

“Realisasi investasi masih rendah karena investor masih wait and see sembari menunggu aturan Perpres Harga EBT diundangkan untuk mengganti Permen ESDM No. 50/2017 yang membuat proyek EBT tidak bankable,” kata Fabby melalui sambungan telepon, Senin (6/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper