Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Arah Fitch dan Ekonom Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

INDEF sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2022 berada di level 4,3 persen dengan mempertimbangkan beberapa dampak dari pandemi Covid-19, konflik geopolitik Rusia dan Ukraina serta kenaikan harga pangan dan adanya ancaman krisis pangan. Sedangkan Fitch optimis ekonomi indonesia tumbuh pada level 5,6 persen.
Seorag pria menelepon dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan bisnis terpadu Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta./ Antara Foto-Andika Wahyu.
Seorag pria menelepon dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan bisnis terpadu Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta./ Antara Foto-Andika Wahyu.

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Fitch dalam laporannya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2022 berada di level 5,6 persen dan meningkat menjadi 5,8 persen pada 2023.

Pemulihan ekonomi Indonesia juga dinilai akan berlanjut, didukung kinerja sektor jasa yang membaik dan ekspor yang kuat.

Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai, prediksi Fitch terlalu tinggi.

INDEF sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2022 berada di level 4,3 persen dengan mempertimbangkan beberapa dampak dari pandemi Covid-19, konflik geopolitik Rusia dan Ukraina serta kenaikan harga pangan dan adanya ancaman krisis pangan. Kondisi tersebut akan berlanjut pada 2023.

"Tapi prediksi [pertumbuhan ekonomi pada 2023] saya maksimal 5 persen sudah bagus banget," kata Esther kepada Bisnis, Rabu (29/6/2022).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sendiri juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dan 2023 berada di bawah perkiraan Fitch dimana masing-masing berada pada kisaran 4,3-5,5 persen dan 4-4,5 persen.

Dia menuturkan, Indonesia selama satu semester di 2022 memang masih diuntungkan windfall harga komoditas ekspor yang tinggi. Namun, bergantung pada kinerja ekspor komoditas dinilai tidak cukup.

"Mulai terjadi penurunan harga beberapa jenis komoditas khususnya batubara dan CPO dalam satu bulan terakhir. Jika penurunan harga terus berlanjut akan lemah motor ekspornya," ujarnya.

Hal lain yang perlu diantisipasi antara lain tekanan resesi di negara maju terhadap stabilitas kurs, kenaikan suku bunga yang berakibat pada cost of fund korporasi serta melonjaknya inflasi yang akan dibebankan ke konsumen akhir.

"Tahun 2023 pertumbuhan ekonomi diperkirakan berkisar 4-4,5 persen (year-on-year/yoy) dengan pertimbangan naiknya downside risk yang mempengaruhi laju konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor," jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi IndiGo Network Ajib Hamdani menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen menjadi angka yang menantang namun cenderung achievable lantaran tren pemulihan ekonomi berjalan dengan baik dan konsisten.

"Ketika pertumbuhan ekonomi di akhir 2022 bisa secara agregat di atas 5,5 persen, ini jadi momentum positif 2023 terus tumbuh," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper