Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Sri Lanka bangkrut serta anjlok ke titik terendah lantaran pemerintah gagal membayar utang luar negeri hingga ratusan triliun rupiah.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan ekonomi negara tersebur telah jatuh ke titik terendah dan setelah negara tersebut dilanda krisis pangan, bahan bakar, dan listrik selama beberapa bulan belakangan.
Pada kesempatannya berbincang dengan para anggota parlemen Sri Lanka, Ranil memaparkan kondisi cengkraman ekonomi negaranya yang tengah menghadapi situasi serius dan Kemungkinan jatuh ke titik terendah. Krisis di negara dengan total 22 juta penduduk ini dianggap jadi yang paling buruk dalam beberapa dekade terakhir.
“Ekonomi kami [Sri Lanka] benar-benar ambruk,” jelasnya, dikutip dari The Guardian pada Kamis, (23/6/2022).
Ekonomi Sri Lanka dilaporkan kandas digerus tumpukan Utang Luar Negeri yang besar dan diperburuk oleh hadirnya pandemi pada awal 2020 lalu. Tak hanya itu, melonjaknya biaya komoditas juga digadang-gadang jadi faktor utama penyebab bangkrutnya ekonomi Sri Lanka.
Kondisi tersebut jelas menyisakan banyak dampak pada seluruh masyarakat di negara dengan jalur pelayaran tersibuk di dunia itu.Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa Sri Lanka kini sudah tidak bisa membeli bahan bakar impor karena terhambat hutang yang besar pada perusahaan induk penyedia bahan bakar Sri Lanka.
Saat ini, penyedia bahan bakar Sri Lanka yakni Ceylon Petroleum Corporation dilaporkan memiliki utang sebesar US$700 juta atau Rp10,4 triliun.
“Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kami. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai,” jelas Wickremesinghe.
Akibat adanya krisis moneter tersebut, daftar masyarakat kalangan kelas menengah di Sri Lanka dilaporkan mengalami kenaikan hingga 15 persen hingga 20 persen dari populasi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Sri Lanka guna memperlambat curamnya tingkat inflasi. Bahkan, pejabat pemerintah setempat telah diliburkan setiap Jum’at dalam tiga bulan terakhir untuk menghemat bahan bakar.
Selain itu, pemerintah juga menghimbau masyarakat untuk menanam buah dan sayur mereka sendiri agar mampu meredam tingkat inflasi makanan yang kini sudah berada di angka 57 persen.
Sri Lanka telah mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pembayaran utang luar negeri sebesar US$7 miliar atau sekitar Rp104 triliun.
Secara lebih lanjut, Wickremesingke mengatakan bahwa bantuan IMF tampak menjadi satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Sri Lanka dari jurang krisis ekonomi.
Menjawab permohonan Sri Lanka, pejabat dari badan IMF dilaporkan sudah mengunjungi Sri Lanka untuk membahas gagasan tersebut.
“Kami telah menyelesaikan diskusi awal, dan kami telah bertukar pikiran di berbagai sektor,” jelas Wickremesighe.