Bisnis.com, JAKARTA – Dalam satu minggu terakhir, harga crude palm oil (CPO) secara global di CIFF Rotterdam terpantau turun dari US$1.560 per ton (14/6/2022) menjadi US$1.440 per ton pada 21 Juni 2022.
Penurunan ini pun menurut pengusaha dan petani sawit menjadi salah satu dari berbagai penyebab anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.
Sebelumnya, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyampaikan penurunan harga global terjadi akibat kebijakan pengurangan konsumsi sawit oleh India dan China sebesar 4,8 juta ton per tahun.
Di samping itu, Asosiasi Kedelai Amerika (American Soybean Association/ASA) akan gelontorkan minyak kedelai ke pasar dalam jumlah yang besar yakni 2 hingga 3 juta ton.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyampaikan bahwa penurunan tersebut turut membawa harga TBS semakin ke bawah.
“Bisa jadi salah satu sebab,” ungkap Gulat, Kamis (23/6/2022).
Apkasindo mencatat per 22 Juni 2022 harga TBS sudah anjlok sekitar 72 persen bila dibandingkan dengan harga sebelum larangan ekspor dilakukan, yakni Rp4.250 per kilogram.
“Harga TBS anjlok di 22 provinsi yang pada hari ini tercatat berdasarkan rata-rata dan yang kami dapat dari posko pengaduan harga TBS untuk petani swadaya hanya dihargai Rp1.150 per kilogram, sedangkan petani mitra Rp2.010 per kilogram,” ujar Gulat sebelumnya pada Konferensi Pers Harga Petani Sawit di Indonesia, Rabu (22/6/2022) malam.
Lebih lanjut, Gulat mengatakan kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor yang diterapkan terlampau memberatkan petani di tengah menurunnya harga CPO global.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono pun turut melihat anjloknya harga TBS sebagai dampak dari penurunan harga CPO dunia.
“Ya benar [turun karena harga CPO global turun],” ujar Eddy, Kamis (23/6/2022).
Selain itu, ditambah lagi kebijakan flush out untuk mengosongkan tangki CPO belum sepenuhnya terlaksana akibat ekspor yang belum berjalan normal.
“TBS belum terserap optimal, karena ternyata ekspor memang belum normal. Eksportir masih kesulitan kapal,” ungkap Eddy.
Plt Ketua DMSI Sahat Sinaga menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah darurat untuk keberlangsungan pengusaha dan petani kelapa sawit. Salah satunya dengan meningkatkan pemakaian CPO untuk bioenergi di tengah meroketnya harga bahan bakar fosil.
“Harga fosil yang mahal US$113,4 per barel, dimanfaatkan untuk meningkatkan aplikasi pemakaian CPO lokal, dengan menaikkan B-30 ke B-40,” kata Sahat, Rabu (22/6/2022).