Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat untuk menerapkan tarif royal timah progresif seiring dengan harga timah murni batangan yang melambung tinggi sejak 2021 lalu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan tarif royalti timah murni batangan bakal diterapkan secara progresif mengikuti fluktuasi harga komoditas tersebut.
“Dengan mempertimbangkan dinamika harga, Kementerian ESDM mendukung usulan untuk menaikkan tarif royalti timah di mana kenaikannya akan dilakukan secara progresif tidak flat tergantung harga penjualan,” kata Ridwan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Ridwan mengatakan kementeriannya tengah menyimulasikan sejumlah potensi besaran tarif yang bakal diberlakukan di tengah momentum harga komoditas itu yang masih tertahan tinggi hingga pertengahan tahun ini.
“Sehingga negara dapat penerimaan yang banyak dan badan usaha akan mendapatkan penerimaan yang akan berkurang tetapi tidak terlalu banyak kira kira nanti dicarikan jalan tengah-tengah,” tuturnya.
Berdasarkan inventarisasi Kementerian ESDM, rata-rata harga timah murni batangan sepanjang 2015 hingga 2022 berada di posisi US$22.693 per ton. Adapun sejak dua tahun belakangan, harga timah murni batangan itu melonjak di angka US$30.207 per ton pada 2021 dan US$41.256 per ton pada April 2022 lalu.
Baca Juga
Sementara tarif royalti timah yang berlaku saat ini masih bersifat flat sebesar 3 persen. Artinya tarif royalti yang dikenakan kepada badan usaha tidak berubah dari acuan 3 persen walaupun harga jual komoditas itu berfluktuasi tinggi akhir-akhir ini.
Di sisi lain, produksi timah di dalam negeri mencapai 34,61 ribu ton pada 2021. Adapun torehan ekspor mengambil porsi mencapai 28,25 ribu ton atau 98 persen dari keseluruhan produksi saat itu. Sementara itu, Kementerian ESDM menargetkan produksi logam timah mencapai 70.000 ton logam timah pada 2022.
“Penerimaan negara dari royalti timah 2021 naik 2 kali lipat dibandingkan 2020 mencapai Rp1,17 triliun, PT Timah sendiri kontribusinya 35 persen ini turun dibandingkan 2020 yang mencapai 76,48 persen karena terkait dengan kegiatan smelter swasta,” tuturnya.