Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 Bisnisindonesia.com : Janji Manis Swasembada Gula hingga Industri Baterai Makin Berpacu

Mimpi pemerintah untuk mencapai target swasembada gula konsumsi pada 2024 tidak terlihat kemajuannya. Kebutuhan gula konsumsi maupun industri hingga kini masih bergantung dari impor.
Petugas mengawasi proses penggilingan tebu di Pabrik Gula PT Rejoso Manis Indo (RMI) Blitar, Jawa Timur, Rabu (25/5/2022). ANTARA FOTO/Irfan Anshori
Petugas mengawasi proses penggilingan tebu di Pabrik Gula PT Rejoso Manis Indo (RMI) Blitar, Jawa Timur, Rabu (25/5/2022). ANTARA FOTO/Irfan Anshori

Bisnis.com, JAKARTA - Mimpi pemerintah untuk mencapai target swasembada gula konsumsi pada 2024 tidak terlihat kemajuannya. Kebutuhan gula konsumsi maupun industri hingga kini masih bergantung dari impor.

Kementerian Perdagangan mencatat kebutuhan konsumsi gula pasir pada 2021 sebesar 2,8 juta ton. Bila ditambah dengan kebutuhan industri, maka total konsumsi dalam domestik mencapai 5,8 juta ton. Jumlah ini berbanding terbalik dengan produksi dalam negeri hanya 2,18 juta ton. 

Selain berita tentang Dari Janji Manis Swasembada Gula, redaksi Bisnisindonesia.id menghidangkan beragam berita yang dikemas secara analitik dan mendalam. 

Berikut Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Kamis, 9 Juni 2022 kami sajikan untuk Anda, para pembaca. 

1. Janji Manis Swasembada Gula, Mau Sampai Kapan?

Mimpi pemerintah untuk mencapai target swasembada gula konsumsi pada 2024 tidak terlihat kemajuannya. Kebutuhan gula konsumsi maupun industri hingga kini masih bergantung dari impor.

Kementerian Perdagangan mencatat kebutuhan konsumsi gula pasir pada 2021 sebesar 2,8 juta ton. Bila ditambah dengan kebutuhan industri, maka total konsumsi dalam domestik mencapai 5,8 juta ton. Jumlah ini berbanding terbalik dengan produksi dalam negeri hanya 2,18 juta ton. 

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa RI mengalami kekurangan gula hingga 3,6 juta ton dalam satu tahun. 600.000 ton di antaranya digunakan untuk konsumsi. Sisanya untuk kebutuhan di industri makanan dan minuman. Lubang ini masih bergantung dari produksi negara eksportir. 

Melihat jarak kebutuhan dan produksi ini, maka dapat ditebak bahwa mimpi swasembada masih jauh panggang dari api. 

2. Jalan Lebar Kebangkitan Industri Bus

Penjualan bus mulai menggeliat kembali sepanjang empat bulan pertama tahun ini, meski performanya masih jauh dari pencapaian sebelum menghadapi tekanan pandemi Covid-19. 

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan bus pada periode Januari - April 2022 sebanyak 642 unit atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya 310 unit (+107%).

Meski mengalami kenaikan signifikan, performa penjualan bus sepanjang 4 bulan pertama tahun ini masih jauh dari capaian sebelum industri ini terpukul pandemi Covid-19.

Pasar bus berpeluang melanjutkan akselerasi seiring dengan pelonggaran aktivitas sosial dan menggeliatnya sektor pariwisata. Sementara itu jalan menuju elektrifikasi kian terbuka lebar. 

Keraguan yang sempat muncul soal kendaraan listrik sudah terkikis. Salah satu contohnya adalah uji coba tiga bus listrik TransJakarta untuk mengetahui ketahanan baterai dan memastikan sertifikasi kesesuaian terhadap kebutuhan TransJakarta.

3. Utak Atik Strategi CT Corp demi Pacu Bisnis Bank Digital

Langkah strategis CT Corp melalui pengalihan aset dari PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) ke PT Bank Mega Tbk. (MEGA) bakal menjadikan bisnis banknya makin lincah bermanuver pada lini bisnis intinya masing-masing.

CT Corp terlihat makin gesit dalam menata portofolio bisnis perbankannya. Seluruh lini bisnis perbankan konvensional akan difokuskan ke Bank Mega, sedangkan Allo Bank bakal sepenuhnya berkonsentrasi pada lini digital.

Untuk itu, CT Corp melakukan pengalihan aset-aset fisik dari Allo Bank ke Bank Mega. Seperti diketahui, Allo Bank yang dulunya bernama Bank Harda, adalah bank yang menjalankan bisnis secara konvensional melalui sejumlah kantor cabang.

Kini, dengan model bisnisnya sebagai bank digital, Allo Bank mengandalkan kehadiran digital sebagai tumpuan untuk menjangkau lebih banyak nasabah. Hanya saja, meski bank digital adalah masa depan bagi industri perbankan, hingga kini layanan bank konvensional belum dapat ditinggalkan.

4. Pertarungan Maskapai Gaet Penumpang Saat Tarif Tinggi

Industri aviasi dalam negeri mulai pede membuka kembali penerbangan internasional. Meski harus berhadapan dengan kenaikan harga bahan bakar, sejumlah maskapai memberanikan diri untuk melayani penumpang ke beberapa negara. 

Dalam waktu dekat, Lion Grup berencana membuka kembali penerbangan berjadwal internasional. Beberapa negara tujuan yang akan dilayani adalah Malaysia dan Australia. 

Lion Air misalnya akan melayani kembali penerbangan dari Bandara Kualanamu, Sumatra Utara menuju Bandara Internasional Pulau Pinang-Bayan Lepas, Penang, Malaysia. Rute ini akan dimulai pada 17 Juni 2022. 

"Tahap awal, Lion Air menawarkan jadwal terbang 1 kali sehari atau 7 kali dalam sepekan," kata Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro, Rabu (8/6/2022).

Penang dinilai masih menjadi salah satu primadona bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk memenuhi kebutuhan medis. Sedangkan Medan sebagai Ibu Kota Sumatera Utara merupakan salah satu pintu internasional.

5. Industri Baterai EV Makin Berpacu

Upaya pengembangan ekosistem kendaraan listrik dalam negeri kian menunjukkan tajinya. Presiden Joko Widodo meresmikan langsung proyek industri baterai listrik terintegrasi di kawasan industri terpadu Batang, Jawa Tengah, Rabu (6/8/2022).

Proyek ini disebut-sebut pertama kalinya dibangun di sebuah negara. Sebab, target pembangunan industri baterai ini dilakukan dari hulu ke hilir. Artinya, investasi yang dilakukan oleh LG Energy Solution itu turut mendanai proyek penambangan nikel, smelter, prekursor, katoda, baterai listrik hingga mobil listrik. 

"Masih ditambah lagi dengan industri daur ulang baterai. Dari hulu ke hilir, end to end semua dikerjakan dalam investasi ini," kata Jokowi.

Pembangunan industri masa depan ini dilakukan oleh konsorsium LG dengan nilai investasi hingga Rp142 triliun atau sekira US$9,8 miliar. Pembangunan industri tersebut juga diproyeksikan mampu menyerap 20.000 tenaga kerja. 

Presiden patut senang dengan keberadaan industri ini. Sebab RI dapat menjadi produsen produk berbasis nikel terbesar. Sebelum meresmikan industri di KIT Batang, Jokowi telah membuka langsung pengerjaan sejumlah proyek lain terkait industri baterai kendaraan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper