Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam waktu dekat akan meneken aturan tentang pungutan ekspor minyak sawit mentah atau CPO.
“Kami lakukan penyesuaian terkait pungutan ekspor,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud melalui konferensi pers virtual terkait ketersediaan minyak goreng, Minggu (5/6/2022).
Musdhalifah tidak bicara banyak terkait penyesuaian pungutan ekspor CPO. Termasuk apakah akan naik atau turun.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung mengatakan bahwa Menteri Perdagangan pada Februari memberlakukan regulasi domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
“Berselang beberapa hari diganti dengan regulasi minyak goreng sawit curah disubsidi dari dana sawit BPDPKS [Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit] dengan konsukuensi saat itu dinaikkannya pungutan eksport (PE) dari US$175 per ton menjadi US$375,” katanya melalui keterangan pers, Senin (2/5/2022).
Gulat menjelaskan bahwa PE sudah sepertiga dari harga CPO. Baginya, hal tersebut sangat memberatkan karena ujungnya beban ditimpakan ke harga tandan buah segar (TBS) petani sawit.
Baca Juga
Lalu diperparah dengan pajak bea keluar US$200 per ton CPO. Jika ditotal dengan PE, maka sudah mencapai setengah dari harga CPO dengan asumsi harganya Rp16.000 per kg.
“Ini menjadi sejarah dan hanya terjadi di industri sawit yang bebannya mencapai setengah dari harga barangnya. Ini menandakan tidak adanya saling koordinasi,” jelasnya.
Kemudian, Gulat menuturkan bahwa 23 Mei DMO dan DPO resmi diberlakukan Kembali. Hal tersebut menjadi tanda tanya besar petani sawit.
“Karena baik PE maupun DMO/DPO akan menjadi beban ganda dari TBS kami Petani. Saya tidak mengerti dasar teori apa yang digunakan. Kami Petani sawit sudah generasi kedua, sudah bisa menghitung dengan cermat,” ungkapnya.