Bisnis.com, JAKARTA - Plh. Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno memperkirakan produksi komoditas tambang, khususya batu bara di Tanah Air tahun ini akan terganggu oleh masalah cuaca.
Menurutnya, sektor pertambangan di Indonesia harus berhadapan dengan masalah cuaca, salah satunya fenomena la nina, yang memperlambat proses produksi karena diperlukan waktu untuk memompa jutaan liter air yang menggenangi area tambang.
"Pertambangan harus berhadapan dengan masalah cuaca yang membuat pertambangan tergenang air, sehingga diperlukan waktu untuk memompa jutaan liter air," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (5/6/2022).
Dia menambahkan, apabila keadaan di lapangan tersebut tidak dapat segera diatasi maka akan berdampak terhadap menurunnya volume produksi komoditas tambang tahun ini, khususnya batu bara.
IMA memperkirkan volume produksi batu bara periode Juni 2021 sampai dengan Juni 2022 mengalami penurunan 6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Total, produksi baru bara diperkirakan 625 juta ton," sambungnya.
Baca Juga
Kendati produksi berpotensi terhambat, tetapi harga komoditas tambang diperkirakan stabil tahun ini setelah terjadi kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut Djoko, hal tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya daya beli negara-negara konsumen yang cenderung terbatas karena terdampak inflasi.
"Harga komoditas tambang tahun ini masih akan stabil. Naik terlalu tinggi juga tidak karena kemampuan beli juga terbatas akibat inflasi," kata Djoko.
Dia menambahkan, terdapat 3 hal yang memengaruhi fluktuasi harga komoditas tambang. Di antaranya, kondisi pasokan dan permintaan, serta faktor eksternal, seperti la nina yang mengganggu kinerja sektor pertambangan.
Sekadar informasi, harga acuan batu bara pada Juni 2022 menyentuh angka US$323,91 per metrik ton, kemudian harga Nikel pada Mei 2022 US$33.415,75 per metric ton, kemudian harga acuan Tembaga pada Mei 2022 US$10.311,18 per metric ton.
Harga batu bara acuan pada Juni 2022 menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Secara year-to-date, HBA batu bara tumbuh 104,36 persen.
Naiknya harga komoditas pertambangan dan energi bahkan mendorong kinerja Indeks IDX Energy melampaui indeks harga saham gabungan. Secara year-to-date, kinerja IDX Energy tumbuh 54,4 persen, sedangkan IHSG tumbuh 9,14 persen.
Tingginya permintaan terhadap komoditas di pasar global menandai berlanjutnya prospek IDX Energy pada sisa tahun ini.
Sejumlah emiten merespons kondisi pasar pada tahun ini dengan strategi ekspansi lebih agresif dan turut didasari kinerja moncer pada awal 2022.
Geliat saham di indeks IDX Energy turut mempengaruhi kinerja Indeks IDX BUMN 20.Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), JII terpantau naik 0,39 persen pada level 419,59 pada perdagangan Jumat (3/6/2022).