Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2022 mengalami inflasi sebesar 0,40 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Benarkah lonjakan inflasi mengintai Indonesia?
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan laju inflasi akan mengalami peningkatan secara substansial dan fundamental pada semester II/2022, terutama didorong oleh sisi permintaan atau demand-pull inflation.
“Permintaan terlihat meningkat terutama di tengah percepatan pemulihan ekonomi, sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat seiring dengan pelonggaran PPKM yang meningkatkan perputaran uang,” katanya, Kamis (2/5/2022).
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2022 mengalami inflasi sebesar 0,40 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Secara tahun berjalan, inflasi pada Mei 2022 mencapai 2,56 persen (year-to-date/ytd) dan secara tahunan mencapai 3,55 persen (year-on-year/yoy).
Sejumlah komoditas penyumbang inflasi pada periode tersebut di antaranya tarif angkutan udara, harga telur ayam ras, ikan segar, dan bawang merah.
Di samping itu, Faisal mengatakan risiko kenaikan inflasi juga didorong oleh cost-push inflation terkait dengan kenaikan harga pangan, energi, dan bahan bakar global. Kondisi ini sejalan dengan inflasi Indeks Harga Produsen dan inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar yang telah berada di atas inflasi IHK sejak 2020.
"Kenaikan inflasi pada kedua indeks in menunjukkan adanya risiko inflasi yang ditransmisikan dari sisi penawaran ke sisi permintaan," imbuhnya.
Namun demikian, imbuh Faisal, pemerintah telah memutuskan untuk menambah subsidi energi dalam APBN 2022. Hal in mengindikasikan harga bahan bakar bersubsidi, LPG, dan listrik tidak akan naik pada 2022.
“Keputusan untuk tidak menaikkan harga yang diatur pemerintah [administered price] ini mengarah pada pelemahan risiko inflasi,” kata Faisal.
Oleh karena itu, menurutnya, tingkat inflasi 2022 berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,60 persen. Faisal menambahkan dengan perkiraan inflasi yang masih dapat dikendalikan, maka akan memberikan ruang yang cukup bagi suku bunga acuan [BI-7 Day Reverse Repo Rate/BI7DRR] untuk bertahan di 3,5 persen untuk beberapa waktu.