Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi di AS telah menciptakan tantangan yang belum pernah ada sebelumnya, terutama bagi perusahaan zombi.
Perusahaan zombi merujuk istilah dari kawasan Silicon Valley tentang perusahaan digital yang tetap beroperasi meski sudah kesulitan mencetak pendapatan dan membayar utang. Istilah ini kemudian diadopsi secara luas dalam dunia bisnis.
Perusahaan seperti AMC Entertainment Holdings Inc., American Airlines Group Inc., dan Carnival Corp contohnya. Entitas ini dulu begitu digemari investor. Mereka menjadi emiten di peringkat lima teratas dari 3.000 perusahaan publik terbesar di negeri Paman Sam.
Mereka juga membukukan utang senilai US$900 miliar. Namun, kini mereka mulai kehabisan waktu. Investor meninggalkan mereka karena ketakutan terhadap potensi resesi dan hanya melirik yang benar-benar layak kredit.
Sementara itu, sebagian kecil pemberi pinjaman yang masih menerima mereka terbentur dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi karena Federal Reserve mengerek suku bunga acuan untuk menangkis inflasi yang sudah lebih dari 8 persen.
Yang dikhawatirkan, kondisi ini dapat berujung pada kebangkrutan sejumlah badan usaha dengan tingkat yang tidak terbayangkan.
Baca Juga
Presiden Sri-Kumar Global Strategies Komal Sri-Kumar mengatakan ketika suku bunga yang rendah sebesar nol atau mendekati nol memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk mendapatkan pinjaman. Perusahaan yang baik dan buruk menjadi tidak ada bedanya pada saat itu, katanya.
"Namun, ketika air pasang selesai, Anda akan tahu siapa yang berenang 'telanjang'," ujarnya memberi istilah, seperti dikutip Bloomberg pada Rabu (1/6/2022).
Juru bicara American Airlines mengatakan perusahaan memiliki likuiditas yang kuat senilai US,5 miliar dan meyakini akan mencetak untung pada kuartal II. Perwakilan Carnival mengatakan perusahaan meyakini seluruh armadanya akan berlayar pada akhir tahun ini. Perusahaan juga terus berupaya untuk melakukan refinancing utangnya dengan tingkat bunga yang lebih menarik.
Para pengamat industri melihat kondisi saat ini sangat berbeda mengingat adanya inflasi yang meluas sehingga membuat pembuat kebijakan sulit memberikan pertolongan.
Pinjaman Menyusut
The Fed telah berupaya untuk meningkatkan likuiditas pada awal pandemi untuk membantu perusahaan zombi ini meningkatkan pembiayaan miliaran dolarnya untuk beberapa bulan hingga dalam waktu tahunan. Untuk itu, gelombang gagal bayar tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Namun ada dampak nyata ketika bank sentral mengurangi stimulus. Perusahaan berperingkat sampah, yakni yang di bawah BBB- oleh S&P Global Ratings dan peringkat Baa3 oleh Moody’s Investors Service hanya mendapatkan pinjaman US$56 miliar.
Angka tersebut terjun hingga 75 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu, penerbitan utang pada Mei juga hanya mencapai US$2,2 miliar, menjadi yang terendah dibandingkan dengan data tahun 2002.
"Jika suku bunga waktu itu tidak terlalu rendah, banyak dari mereka pasti sudah tenggelam," kata profesor NYU Stern School of Business Viral Acharya yang juga mantan Deputi Gubernur bank sentral India.
Mendapatkan pinjaman di tengah pengetatan kebijakan moneter menjadi tidak mudah sehingga meningkatkan kekhawatiran resesi.
Jumlah pinjaman baru bahkan tidak mencapai US$6 miliar pada Mei, jauh di bawah Januari senilai US$80 miliar, menurut Bloomberg.
Separuh dari 50 perusahaan zombie dengan utang terbesar melaporkan penurunan margin operasi. Kepala Strategi Kredit Global BNP Paribas SA Viktor Hjort mengatakan tren ke depan akan semakin buruk.
"Ada kenaikan harga baru-baru ini. Kita akan melihat itu mulai berdampak pada hasil kuartal kedua dan ketiga nanti," ungkapnya.