Bisnis.com, JAKARTA - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang diinisiasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan berakhir 30 hari lagi. Dengan begitu, kesempatan untuk wajib pajak untuk memanfaatkan program ini masih terbuka.
PPS merupakan program inisiasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menuntaskan kewajiban perpajakan yang belum terselesaikan dengan membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) ke kas negara berdasarkan pengungkapan harta.
Program yang pertama kali diperkenalkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut berlaku sejak 1 Januari 2022 dan akan berakhir pada 30 Juni 2022.
Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh DJP, per Jumat (27/5/2022), PPh yang telah terkumpul dari PPS mencapai Rp103,3 triliun dan diikuti oleh 51.683 wajib pajak di seluruh Indonesia.
DJP Kemenkeu menjelaskan pemerintah menghadirkan program dalam bidang perpajakan ini antara lain untuk meningkatkan pemasukan dana yang sangat diperlukan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19.
“Pemulihan dari pandemi ini memerlukan pendanaan yang sangat banyak. Pemerintah terus memikirkan caranya bagaimana untuk menggali potensi sebagai upaya meningkatkan pemasukan dana di negara ini,” jelasnya.
Di samping bermanfaat bagi negara, PPS juga bermanfaat bagi wajib pajak. PPS terdiri dari dua kebijakan yaitu Kebijakan I dan Kebijakan II.
Kebijakan I, jelasnya, adalah pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Basis pengungkapannya yaitu harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti Tax Amnesty (TA).
Kebijakan I dapat diikuti oleh wajib pajak peserta TA baik itu Wajib Pajak Badan ataupun Wajib Pajak Orang Pribadi.
Manfaat Kebijakan I dalam PPS ini, ungkapnya, antara lain wajib pajak tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak yakni 200% dari PPh yang kurang dibayar.
Selain itu, menfaat lain adalah data/informasi yang bersumber dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
“Sedangkan, Kebijakan II adalah pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi tahun pajak 2020.”
Basis pengungkapan Kebijakan II ii adalah harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. Kebijakan II dapat diikuti oleh Wajib Pajak Orang Pribadi saja.
Salah satu manfaat mengikuti PPS berdasarkan Kebijakan II adalah tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap.
Sama dengan Kebijakan I, manfaat lain dari Kebijakan II adalah data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP juga tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
“Dengan adanya PPS, diimbau kepada wajib pajak untuk dapat memanfaatkan kesempatan dengan mengikuti PPS ini dengan baik dan benar serta diharapkan pajak yang dibayarkan dapat digunakan untuk mendorong percepatan pemulihan pasca pandemi Covid-19 dan meningkatkan Pemulihan Ekonomi Nasional di dalam berbagai sektor kegiatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Untuk mengikuti PPS ini, wajib pajak menghitung PPh yang harus dibayarkan sesuai dengan tarif yang telah ditentukan di masing-masing kebijakan.
Tarif dikenakan setelah wajib pajak mengetahui berapa nilai harta bersih yang dimiliki yang belum diungkapkan kepada DJP. Harta bersih merupakan nilai harta dikurangi pokok utang.
Kemudian, wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan pajak yang telah dibayar tersebut ke dalam SPPH.
SPPH dapat disampaikan secara elektronik melalui akun wajib pajak dengan login melalui laman https://djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).
Adapun kelengkapan SPPH adalah SPPH induk, daftar perincian harta bersih, daftar utang dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi serta tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II adalah pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum), unggah surat permohonan pencabutan banding, gugat, dan/atau PK dan pernyataan tidak meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Informasi lebih lanjut mengenai PPS dapat diakses pada situs https://pajak.go.id/pps dan ketentuan PPS diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.