Bisnis.com, JAKARTA - PT MRT Jakarta (Perseroda) melihat keberhasilan Inggris dalam mewujudkan Elizabeth Line sebagai alasan kuat penerapan skema konsorsium untuk proyek MRT Fase 3 dan 4.
Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar mengatakan jalur kereta api di London yang disebut sebagai proyek infrastruktur terbesar di Eropa. Inggris berhasil membangun megaproyek itu lewat pendekatan konsorsium, didukung oleh adanya Undang-Undang.
“Jadi, minimal harus ada Peraturan Presiden untuk memperkuat tekanan dari pemerintah pusat mengingat proyek tersebut melibatkan kepentingan masyarakat,” kata William, Selasa (24/5/2022).
MRT, lanjut William, siap menjadi pemimpin konsorsium. “Usul kami, untuk Fase 3 misalnya [Rp160 triliun] kita bagi dua. 60 persen lewat pinjaman konsorsium dengan garansi pemerintah dan 40 persen pakai danai swasta.”
Menurutnya, langkah itu juga dapat mengikis beban anggaran pemerintah di tengah kebutuhan anggaran yang tinggi dalam membangun Ibu Kota Negara.
Dia mencontohkan pembangunan proyek MRT Fase 3. Untuk Fase 3 dengan total jarak 87 kilometer, dana yang dibutuhkan mencapai Rp160 triliun atau setara dengan 10 kali lipat pendanaan Fase 1 (Lebak Bulus-Bundaran HI) yang sebesar Rp16 triliun.
Baca Juga
Pendanaan Fase 1 dan 2 bersumber dari pinjaman Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), yakni sebesar 51 persen ditanggung oleh APBD DKI Jakarta dan 49 persen ditanggung oleh APBN.
Dalam catatan Bisnis.com, pendekatan konsorsium dalam mendanai proyek infrastruktur di Tanah Air bukan hal yang baru.
Pembangunan proyek kereta Jakarta-Bandung dilakukan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Begitu pula dengan pembangunan jalan tol Trans Sumatra yang melibatkan konsorsium BUMN.