Bisnis.com, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir berencana membentuk holding dan subholding PLN sebagai bagian dari transformasi dan optimalisasi PLN ke depan.
Erick mengaku telah memetakan sejumlah subholding PLN seperti salah satunya adalah subholding beyond kwh yang artinya PLN memiliki potensi dari sekadar menjual listrik.
Pembentukan holding dan subholding PLN ini juga untuk mewujudkan target ekspor energi listrik hingga 300 megawatt (MW) melalui transmisi bawah laut 400 kilo volt (kV) ke kawasan Asia Tenggara. Listrik yang akan diekspor itu nantinya dihasilkan dari energi baru terbarukan (EBT).
Ekspor yang mencapai 300 MW melalui transmisi bawah laut 400kV tersebut dinilai memerlukan sinergi, serta dukungan, baik regulasi maupun penguatan kerja sama pengelolaan aset daerah.
"Jadi sudah seyogyanya, selain PLN menjadi perusahaan yang pondasinya kuat dalam pelayanan listrik di Indonesia, bukan tidak mungkin, sekarang beberapa project hydropower kita sudah jual juga ke Malaysia, tetapi ini menjadi konsolidasi yang terukur," ujar Erick, dalam keterangannya, Selasa (10/05/2022).
Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, menilai pembentukan holding dan subholding tersebut dapat membantu PLN melakukan transformasi bisnis yang searah dengan tren transisi energi.
“Adanya holding dan subholding bisa membuat PLN lebih efisien, pengukuran kinerja lebih transparan, demikian juga efektivitas pengambilan keputusan bisnis,” kata Fabby kepada Bisnis, Selasa (10/05/2022).
Meskipun pembentukan holding PLN diharapkan dapat mendongkrak ekspor listrik Indonesia, dia mengatakan penjualan listrik ke luar negeri tidak memiliki korelasi langsung.
“Penjualan listrik ke luar negeri tidak memiliki korelasi langsung dengan pembentukan subholding. Sekarang ini yang sudah minat membeli listrik energi terbarukan dari Indonesia adalah Singapura, tapi proyek-proyek yang ada sekarang tidak banyak melibatkan anak perusahaan atau PT PLN sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fabby menyatakan bahwa jika tujuannya untuk menyerap surplus tenaga listrik, ekspor listrik tidak akan menyelesaikan masalah dalam jangka pendek dan solusi ini bukanlah solusi yang berkelanjutan (sustain). Alternatif yang ditawarkan Fabby selain ekspor listrik untuk mengatasi permasalahan surplus daya listrik, adalah membatalkan proyek PLTU yang telah dimasukkan dalam RUPTL.
“Strategi ini akan menghindari over supply pada 2-3 tahun ke depan sekaligus memenuhi target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Saat ini ada sekitar 7,5 GW pembangkit listrik PLTU dari proyek 35 GW. Dengan mengalihkan proyek PLTU menjadi pembangkit energi terbarukan, PLN akan memiliki pembangkit listrik rendah karbon, otomatis emisi gas rumah kaca dari sektor sistem energi akan berkurang,” ungkapnya.