Bisnis.com, JAKARTA - Setiap bangunan yang akan didirikan di Indonesia saat ini wajib mengantongi persetujuan bangunan gedung (PBG), termasuk hunian yang dibangun oleh para pengembang properti.
Peralihan penerapan PBG sebagai pengganti IMB (Izin Mendirikan Bangunan) diatur dalam PP No.16/2021. Aturan ini seharusnya berlaku sejak 2 Februari 2022, akan tetapi belum terealisasi hingga sekarang.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida menilai PBG yang diklaim lebih menyederhanakan proses perizinan malah menyusahkan pengembang. Pasalnya, saat ini PBG dijadikan syarat input dalam aplikasi SiKumbang (Sistem Informasi Kumpulan Pengembang) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Migrasi dari IMB ke PBG ini masuk ke dalam layanan berbasis web Sistem Informasi Bangunan Gedung [SIMBG], karena SIMBG dilakukan melalui aplikasi Online Single Submission [OSS] yang juga menjadi salah satu syarat wajib dalam pengisian aplikasi SiKumbang, prosesnya sangat merepotkan pengembang,” ungkap Totok kepada Bisnis, Jumat (29/04/2022).
Penghapusan IMB dan menggantinya dengan PBG diatur dalam aturan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Menurutnya sulitnya penerapan PBG di lapangan dapat menghambat para pengembang untuk menambah stok perumahannya.
Baca Juga
“Kegiatan industri properti terhambat, menyebabkan penjualan macet, sehingga omset menurun,” tukas Totok.
Totok menambahkan implementasi PBG seharusnya bisa diterapkan dengan atau tanpa melalui OSS.
“Seharusnya sistem baru [OSS] dan sistem lama dapat berjalan paralel, agar perizinan tidak terhambat. Sehingga PBH dapat meningkatkan investasi,” kata Totok.
Menurut Totok, kelancaran perizinan dapat menggeliatkan industri properti, untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Sektor properti memiliki multiplier effect yang berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Totok.