Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-Gara Lockdown di China, Minyak Catat Kerugian Mingguan

Para pakar mengatakan bahwa konsumsi bahan bakar di China diprediksi turun 20 persen pada April dari tahun lalu.
West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari US$4 minggu ini, menetap di dekat US$102 per barel setelah minggu perdagangan yang bergejolak.
West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari US$4 minggu ini, menetap di dekat US$102 per barel setelah minggu perdagangan yang bergejolak.

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak turun pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) dimana kerugian mingguan mendekati 5 persen di tengah lockdown China yang mengurangi permintaan serta Federal Reserve atau The Fed yang memberi sinyal bahwa mereka akan secara agresif memperketat kebijakan moneter, guna mengekang inflasi.

West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari US$4 minggu ini, menetap di dekat US$102 per barel setelah minggu perdagangan yang bergejolak.

Konsumsi bahan bakar di China, menurut orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang industri energi negara itu, diprediksi turun 20 persen pada April dari tahun lalu.

Sebagaimana diketahui, negara tirai bambu tersebut telah melakukan penguncian, termasuk di Shanghai guna membasmi gelombang baru Covid-19.

"Penurunan permintaan bahan bakar setara dengan penurunan 1,2 juta barel per hari," kata orang-orang, melansir Bloomberg, Sabtu (23/4/2022).

Wakil Presiden Senior Analisis Rystad Energy Claudio Galimberti menyampaikan, permintaan yang menyusut tersebut merupakan akibat langsung dari dampak penurunan aktivitas ekonomi secara global.

Menurutnya, permintaan minyak diprediksi akan turun 1,4 juta barel per hari di tahun ini, turun di bawah level tertinggi yang ditetapkan pada 2019.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Kamis (21/4/2022) memberikan sinyal kenaikan setengah poin dalam suku bunga AS. Kebijakan tersebut, tentunya akan mendorong dolar ke level tertinggi dan membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Meskipun ada pelemahan baru-baru ini, minyak tetap berada di level 35 persen lebih tinggi tahun ini sebagai dampak dari invasi Moskow ke Ukraina yang terus mengguncang pasar dan mengacaukan aliran minyak mentah.

Analis Pasar Keuangan Senior di City Index Ltd. Fiona Cincotta mengatakan, saat ini pihaknya tengah menunggu apakah Uni Eropa (UE) akan melarang minyak Rusia, mengikuti langkah-langkah yang diambil AS dan Inggris.

Keputusan UE tersebut, kata dia, akan sangat mengubah arah harga minyak. Di lain sisi, ekonom yang disurvei oleh Bloomberg menurunkan perkiraan pertumbuhan mereka untuk negara sekali lagi.

Kendati demikian, Morgan Stanley menaikkan perkiraannya untuk minyak mentah Brent sebesar US$10 untuk kuartal ketiga dan keempat.

Bank tersebut mengatakan pihaknya melihat keseimbangan pasar yang lebih ketat, dengan defisit sekitar 1 juta barel per hari bertahan sepanjang tahun, menurut catatan 21 April. Mereka juga menambahkan risiko terhadap harga lebih condong ke atas.

"Kami melihat risiko tinggi bahwa UE akan memberlakukan embargo impor untuk minyak mentah Rusia, meskipun itu mungkin akan diterapkan dengan tenggang waktu yang panjang empat hingga lima bulan," ungkap mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper