Bisnis.com, JAKARTA- Sebenarnya sejak tahun lalu, Kementerian Perdagangan telah menerapkan perizinan ekspor berbasis daring dan digital melalui sistem single submission (SSm). Meskipun tertata rapih, tetap saja perizinan ekspor itu bisa dipermainkan, salah satunya berkaca dari kasus gratifikasi izin ekspor minyak sawit mentah yang diungkap Kejaksaan Agung.
Rententan kasus kelangkaan minyak goreng telah menggerakkan Kejaksaan Agung menyelidiki industri sawit dan minyak goreng. Dalam kasus ini, Kejagung memanggil beberapa pihak, termasuk 160 eksportir minyak sawit mentah.
Hal itu berkenaan dengan wajib pasok kebutuhan minyak goreng dalam negeri (DMO). Hingga awal April, upaya Kejagung itu sampai pada gelar perkara yang memunculkan dugaan gratifikasi pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Pedagangan kepada anak usaha Wings Food Group yaitu PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri.
Baca Juga
Kedua perusahaan itu, sebagaimana diselidiki Kejagung, tidak memenuhi syarat DMO-DPO untuk melegalkan ekspor. Namun nyatanya, izin tersebut pun tetap terbit.
Hingga pada akhirnya Kejagung pun menetapkan empat tersangka dalam kaitan kasus tersebut, salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.
Di sisi lain, sebenarnya Kemendag telah memiliki seperangkat sistem perizinan, termasuk perkara ekspor yang andal. Pelaksanaan perizinan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 19/2021 terkait ekspor dan Permendag No. 20/2021 mengenai impor. Melalui aturan tersebut, perizinan ekspor dan impor semakin mudah dengan terintegrasinya sistem INATRADE dan Sistem Indonesia National Single Window (INSW).