Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Royalti Batu Bara Progresif Dinilai Persulit Investasi Saat Transisi Energi

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai makin tingginya tarif royalti ditambah beban tarif perpajakan lainnya dapat menyulitkan perusahaan untuk berinvestasi di tengah era transisi energi
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai implementasi pengenaan tarif royalti progresif bakal menyulitkan langkah industri baru bara dalam negeri untuk berinvestasi di tengah era transisi energi.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia beralasan sebagian besar dari produksi batu bara nasional dihasilkan dari tambang-tambang yang usianya relatif cukup tua. Selain itu, cadangan batu bara nasional relatif kecil yang membuat beban operasi makin tinggi belakangan ini. Kenaikan biaya operasi juga dirasakan dengan meningkatnya biaya bahan bakar hingga alat berat selama inflasi global pada awal tahun ini.

“Dengan akan makin tingginya tarif royalti ditambah beban tarif perpajakan lainnya termasuk kedepannya tambahan dari pajak karbon, maka kondisi ini dapat menyulitkan perusahaan untuk berinvestasi di tengah era transisi energi,” kata Hendra melalui pesan WhatsApp, Senin (18/4/2022).

Hal itu, kata Hendra, dapat berpengaruh terhadap rencana investasi untuk peningkatan nilai tambah batu bara. Alasannya, aspek keekonomian menjadi lebih sulit lantaran biaya teknologi terhitung mahal.

Di sisi lain, dia menambahkan, akses terhadap pendanaan untuk investasi berbasis batu bara juga makin berkurang setiap tahunnya. Kondisi ke depannya, kata dia, bakal menyulitkan pelaku usaha terutama jika kondisi harga komoditas terkoreksi di tengah makin kuatnya tekanan terhadap komoditas batu bara.

“Untuk pungutan berupa penerimaan hasil tambang untuk kegiatan peningkatan nilai tambah yang kemungkinan masih dikenakan royalti sekitar 14 persen akan mempersulit mewujudkan rencana proyek peningkatan nilai tambah, karena keekonomiannya menjadi lebih menantang,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan kebijakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) produksi batubara berjenjang bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak atau Perjanjian pada hari ini, Senin (18/4/2022).

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan kebijakan tarif berjenjang itu dibagi ke dalam lima kelas pungutan yang diatur secara progresif mengikuti besaran harga batubara acuan atau HBA. Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batu bara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK. Di sisi lain saat harga komoditas tertahan tinggi, negara diharapkan dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan ini.

“Tarif berjenjang sampai lima layer itu bertujuan untuk menjaga stabilitas kegiatan perekonomian pertambangan, saat harga tinggi negara dapat meningkatkan penerimaan kalau harga rendah pelaku usaha tidak terbebani tarif PNBP yang tinggi,” kata Lana saat mengadakan konferensi pers daring, Senin (18/4/2022).

Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara, untuk setiap penjualan batubara dengan HBA di bawah US$70 per ton dikenakan tarif 14 persen, sementara HBA di antara US$70 per ton sampai US$80 per ton dikenakan tarif 17 persen, selanjutnya HBA di rentang US$80 per ton sampai US$90 per ton dikenakan tarif 23 persen.

Sementara itu, tarif 25 persen berlaku untuk penjualan batu bara dengan HBA di angka US$90 per ton sampai US$100 per ton. Adapun, tarif maksimal sebesar 28 persen dikenakan untuk HBA di atas atau sama dengan US$100 per ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper