Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mulai menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng kepada masyarakat kelompok menengah kebawah. Adapun bantuan yang diberikan berupa uang tunai sebesar Rp100.000 untuk tiga bulan, atau total Rp300.000.
Hal tersebut merupakan upaya pemerintah guna meringankan beban dan menjaga daya beli masyarakat seiring dengan kenaikan harga komoditas, salah satunya minyak goreng.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, terlepas dari efektif atau tidak bantuan tersebut, upaya pemerintah perlu diapresiasi.
Menurutnya, upaya tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi minyak goreng dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Kebijakan seperti itu cenderung memunculkan masalah baru. Dengan kebijakan HET dan subsidi [migor] itu mendorong adanya penyelewengan di pasar seperti penimbunan, penyelundupan, migor curah nanti diselundupkan dijadikan kemasan. Kebijakan itu tidak tepatnya di sana," kata Piter kepada Bisnis, Jumat (8/4/2022).
Piter melihat, BLT Minyak Goreng yang diberikan merupakan usaha pemerintah untuk mengatasi kelemahan kebijakan sebelumnya, dengan memberikan uang langsung kepada masyarakat.
Baca Juga
Sebab, kata dia, meskipun migor mahal dan harga-harga melonjak naik, daya beli masyarakat bisa terbantu.
"Kita mengapresiasi ajalah pemerintah. Nanti masalahnya gini kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa, marah lagi itu masyarakat. Begitu pemerintah memberikan bantuan, efektif nggak bantuannya? Jadi kita seperti mencari-cari terus kesalahannya pemerintah. Ini salah ini. Dibantu salah, nggak dibantu salah," ujarnya.
Bertolak belakang dengan Piter yang mengapresiasi upaya pemerintah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai, adanya program BLT migor tidak menyelesaikan masalah fundamental di industri minyak goreng.
"BLT Minyak Goreng hanya temporer," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (8/4/2022).
Dia mengatakan, alangkah lebih baik jika pemerintah bersikap tegas kepada pelaku industri minyak goreng agar mereka menurunkan harga minyak goreng.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaku industri minyak goreng bisa menanam crude palm oil (CPO) lantaran pemerintah memberikan fasilitas. Subsidi juga diberikan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Kemudian dengan harga minyak goreng tinggi maka pemerintah harus mengeluarkan subsidi dalam bentuk BLT. Ini kan too much ya," katanya, "Tapi saya sangsi, apakah pemerintah mampu memaksa mereka untuk menurunkan harga," imbuhnya.