Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika memaparkan bahwa usaha Dewan Pers dan Organisasi Pers untuk mewujudkan keberlangsungan media yang adil, baik digital dan konvensional tertuang dalam publisher right.
Dalam acara Kemenkominfo yang bertajuk Frenemy Media Massa Konvensional dan Digital, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Usman Kansong mengatakan pemerintah tidak anti platform digital, tapi membentuk ruang kompetisi media yang adil.
“Kita gak anti platform global, kita mau membentuk semacam fair playing field,” ujar Usman, Selasa (5/4/2022).
Usman menceritakan di masa awal platform digital muncul, terjadi negosiasi antara platform digital dan publisher. Platform digital umumnya menawarkan kemudahan bagi publisher untuk mendapatkan klik dan reputasi yang baik, tapi tidak ada revenue dalam bentuk rupiah yang didapatkan.
Sementara media konvensional harus membayar reporter, tinta, dan distributor untuk menghasilkan konten yang dapat dinikmati masyarakat.
Pada acara yang sekaligus Bedah Buku Dialektika Digital karya Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan International Dewan Pers Agus Sudibyo, Usman mengatakan tidak cukup hanya dengan negosiasi soal media.
“Di buku ini juga dikatakan bahwa kita tidak cukup bahwa hanya bernegosiasi, tapi kita juga harus kreatif dalam menciptakan jurus baru untuk mendapatkan revenue misalkan dengan konten berbayar,” lanjutnya.
Keharusan pemerintah dan insan pers untuk mengedukasi masyarakat untuk mau membayar sejumlah rupiah demi informasi itu penting menurut Usman. Konten gratis dan berbayar kini menjadi ajang tanding antara media konvensional dan digital.
Sementara itu, meski dibuat publisher right atau regulasi, jangan sampai regulasi tersebut menghambat kebebasan pers.
Agus selaku penulis buku mengatakan bahwa buku yang diluncurkan tersebut menjelaskan bagaimana nasib media massa di era transformasi digital. Dapat dikatakan platform digital dengan publisher sebagai lawan dan kawan, bukan hanya berkompetisi, tapi juga saling melengkapi.
“Kita tidak bisa mengelak jurnalis publisher banyak terbantu oleh platform ini dalam produksi konten dan distribusi. Mereka lawan sekaligus teman antara platform dan publisher,” papar Agus.
Agus menegaskan bahwa industri media harus bertahan hidup dengan tidak menolak transformasi digital.
Dalam bukunya tersebut menawarkan industri media nasional mampu membangun kemandirian relatif terhadap platform digital.
“Secara bisnis dan jurnalistik, berarti tidak putus sama sekali tapi jangan bergantung pada platform dalam mendistribusikan konten, memproduksi jurnalisme juga dalam berbisnis. Kemandirian relatif ini lah yang penting untuk media massa nasional, tapi juga harus didukung untuk kebijakan yang memadai,” kata Agus.
Agus berharap melalui publisher right menjadi regulasi dimana negara hadir untuk menyehatkan ekosistem media dan menjaga ruang publik yang beradab.
Sejak 2020, Presiden RI Joko Widodo telah memberikan tantangan bagi Dewan Pers untuk menyusun publisher right demi keberlanjutan media di dunia yang serba digital.