Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Kenaikan PPN, Ini yang Bakal Ganjal Ekspansi Industri Keramik

Tahun ini, kapasitas produksi industri keramik dalam negeri bakal meningkat 35 juta m2 menjadi 586 juta m2. Tahun lalu, penambahan kapasitas produksi tercatat sebesar 13 juta m2. Kenaikan produksi itupun disertai ekspansi dan investasi baru.
Pabrik keramik Arwana Citra Mulia Tbk/Bisnis.com
Pabrik keramik Arwana Citra Mulia Tbk/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen pada bulan ini dinilai tidak akan banyak berdampak pada rencana ekspansi kapasitas produksi industri keramik nasional.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan kenaikan PPN memang akan diikuti penyesuaian harga jual di tingkat konsumen. Namun demikian, dia meyakini dalam jangka pendek permintaan belum akan tergerus karena bertepatan dengan momentum jelang Lebaran.

Hal yang kemungkinan besar mempengaruhi rencana ekspansi industri yakni pemerataan harga gas bumi tertentu (HBGT) yang belum terwujud terutama di Jawa bagian timur.

"Tarif PPN 11 persen tidak akan banyak terdampak terhadap rencana ekspansi kapasitas, namun faktor gas sangat mempengaruhi," kata Edy kepada Bisnis, Senin (4/4/2022).

Tahun ini, kapasitas produksi industri keramik dalam negeri bakal meningkat 35 juta m2 menjadi 586 juta m2. Tahun lalu, penambahan kapasitas produksi tercatat sebesar 13 juta m2.

Total nilai investasi pada rencana ekspansi tersebut sebesar Rp2,2 triliun, terdiri atas 55 persen atau Rp1,2 triliun di Jawa bagian barat, 38 persen atau Rp860 miliar di Jawa bagian timur, dan sisanya 7 persen atau Rp150 miliar di Sumatera bagian Utara.

Sementara berdasarkan subsektor industri, sebesar 82,6 persen atau Rp1,8 triliun untuk penambahan kapasitas ubin keramik, 6,7 persen atau Rp150 miliar pada produk sanitary, dan 10,8 persen atau Rp234 miliar pada tableware.

Edy mengatakan meski rencana ekspansi di Jawa bagian timur tetap berjalan, tetapi produksi masih belum maksimal karena harga gas yang masih tinggi untuk wilayah tersebut.

"Daya saing industri keramik di Jatim juga terganggu karena dikenai kuota pemakaian gas harian dan alokasi gas industri tertentu yang pada akhirnya industri terpaksa harus membayar gas di atas harga US$6 yakni di angka US$7,98 sampai dengan US$15/MMBTU," jelasnya.

Bagi industri keramik yang melakukan ekspansi pada tahun ini, Edy berharap adanya kepastian alokasi HBGT sehingga investasi berjalan sesuai rencana.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper