Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 Bisnisindonesia.id : Kelangkaan Solar di Daerah hingga Investor Asing Berburu Saham Bank Kakap

Berita mengenai PPh bunga obligasi yang berdampak pada komposisi investor SBN, urgensi hambatan tarif di tengah tren pemulihan konsumsi, dan gerakan belanja produk lokal giring UMKM masuk e-commerce juga menjadi berita pilihan redaksi BisnisIndonesia.id.
Ilustrasi/Antara-Dedhez Anggara
Ilustrasi/Antara-Dedhez Anggara

Bisnis, JAKARTA – Bahan bakar minyak jenis Solar bersubsidi di sejumlah daerah mengalami kelangkaan. Kendaraan-kendaraan mengantre hingga ratusan meter, bahkan kilometer.

Kelangkaan Solar bukan semata-mata disebabkan oleh “permainan” oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan karena terjadi disparitas harga setelah Pertamina menaikkan harga sejumlah BBM nonsubsidi, melainkan juga terjadi geliat ekonomi sehingga konsumsi meningkat.

Sebagaimana dikemukakan oleh Area Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi La Ode Syarifuddin Mursali seperti dikutip melalui Antara di Manado, Senin (27/3/2022).

Dia mengeklaim bahwa antrean yang cukup panjang selama ini terjadi di sejumlah SPBU bukan berarti stok berkurang, melainkan memang geliat ekonomi semakin membaik seiring dengan berkurangnya pandemi Covid-19.

Di Provinsi Sulawesi Utara, contohnya, konsumsi solar mencapai 1.500 kiloliter (kl) per hari, sedangkan stok rata-rata solar bersubsidi di Terminal BBM Bitung mencapai 15.000 kl.

Dari wilayah lain, Pemerintah Provinsi Riau setempat meminta agar BPH Migas untuk menambah kuota Solar bersubisidi di daerahnya, guna mengatasi permasalahan tersebut yang terjadi sejak Februari 2022.

Gubernur Syamsuar telah menyampaikan surat usulan penambahan kuota jenis BBM tertentu Biosolar Tahun 2022 sebesar 884.590 kl kepada BPH Migas. Permintaan ini lebih tinggi 7 persen dibandingkan dengan realisasi penyaluran Solar bersubsidi di Riau tahun lalu sebanyak 825.979 kl.

Sulut dan Riau hanyalah dua provinsi yang menjadi contoh terjadinya kelangkaan Solar. Masih ada daerah lain yang mengalami persoalan serupa. Di Sumatra, kelangkaan Solar bersubsidi terjadi pula di Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan. Provinsi-provinsi ini dikenal sebagai daerah penghasil kelapa sawit dan bahan galian tambang.

Dengan kondisi tersebut, salah siapakah Solar langka di sejumlah daerah? Untuk mengetahuinya, simak ulasan berita pilihan dari redaksi BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan finansial yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id. Berikut berita pilihan redaksi Selasa (29/3/2022):

 

  1. Solar Langka, Salah Siapa?

BPH Migas menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan Solar. Antrean truk-truk untuk mendapatkan solar di SPBU di daerah-daerah  dikarenakan mekanisme distribusi. Stok BBM nasional diperhitungkan cukup untuk 21 hari ke depan.

Distribusi solar ke konsumen telah diatur oleh Pertamina agar tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 15,1 juta kl untuk tahun ini.

Berbeda dengan penjelasan BPH Migas, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (28/3/2022), malahan menduga terjadinya kelangkaan Solar bersubsidi dikarenakan penyelewengan BBM oleh perusahaan besar kelapa sawit dan pertambangan.

Alasannya, antrean Solar bersubsidi banyak terjadi di daerah penghasil kelapa sawit dan bahan tambang.

Menurutnya, penjualan solar bersubsidi mencapai 93 persen, sedangkan nonsubsidi hanya 7 persen dari penjualan keseluruhan BBM jenis Solar.

Oleh karena itu, kata Wicke, Pertamina bersama dengan aparat penegak hukum akan memastikan apakah sebanyak 93 persen penjualan solar subsidi itu mengalir ke industri besar, kelapa sawit dan pertambangan.

 

  1. PPH Bunga Obligasi Berubah, Komposisi Investor SBN Bergeser

Komposisi investor instrumen surat berharga negara (SBN) sepanjang setahun terakhir mengalami perubahan yang cukup signifikan seiring dengan berlakunya kebijakan perpajakan baru terkait pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi bagi wajib pajak dalam negeri.

Tahun lalu, pemerintah menurunkan PPh bunga obligasi bagi investor domestik melalui PP No 91/ Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.

Beleid tersebut telah berlaku sejak tanggal 30 Agustus 2021. Meski demikian, PP No 91/2021 tidak menyebutkan ketentuan khusus terkait tarif PPh bunga obligasi yang diterima oleh wajib pajak reksa dana seperti pada ketentuan sebelumnya.

Perubahan kebijakan perpajakan ini telah secara khusus memukul kinerja instrumen reksa dana terproteksi yang selama ini menggunakan instrumen SBN sebagai aset dasarnya. Dana kelolaan instrumen reksa dana ini berkurang drastis sejak tahun lalu.

Itu karena instrumen reksa dana tidak lagi memiliki keistimewaan bagi investor dibandingkan dengan jika mereka berinvestasi secara langsung di obligasi. Hal ini menyebabkan penurunan nilai yang signifikan pada kepemilikan perusahaan manajer investasi atau reksa dana di SBN. Di sisi lain, terjadi peningkatan porsi yang signifikan dari kalangan investor individu, asuransi, dana pensiun, dan kategori lain-lain.

  1. Urgensi Hambatan Tarif di Tengah Tren Pemulihan Konsumsi

 Ancaman banjir impor pun kembali mengintai industri di dalam negeri. Para pengusaha ketir-ketir ‘masa tenang’ selama 2 tahun terakhir berbalik menjadi tekanan hebat akibat serbuan barang asing, selaras dengan potensi perbaikan permintaan di dalam negeri.

Kekhawatiran pengusaha terhadap serbuan barang impor tersebut tercermin dari banyaknya permintaan perpanjangan instrumen pengamanan perdagangan atau trade remedies (TR), khususnya dalam format bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard.

 

Top 5 Bisnisindonesia.id : Kelangkaan Solar di Daerah hingga Investor Asing Berburu Saham Bank Kakap

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), misalnya, tengah mengajukan perpanjangan BMTP atas produk benang dari serat stapel sintetik dan artifisial, kain, tirai atau gorden, kerai dalam, kelambu tempat tidur dan barang perabot lainnya seiring dengan pelandaian pandemi awal tahun ini.

    Wakil Ketua API Anne Patricia Sutanto mengatakan langkah itu diambil untuk menjaga momentum pemulihan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) domestik seiring dengan meningkatnya kinerja ekspor negara kompetitor.

    Menurut Anne, industri tekstil di dalam negeri belum sepenuhnya memanfaatkan BMTP jilid pertama lantaran permintaan masyarakat yang anjlok selama pandemi 2 tahun terakhir.

    Di sisi lain, Anne menambahkan, asosiasi juga berfokus untuk melindungi potensi lonjakan impor dari negara kompetitor seiring dengan pemulihan kegiatan ekspor dan impor pada tahun ini.

    “Negara-negara tradisional pesaing Indonesia karena ekosistem mereka kan sudah jadi dan balance. Ekosistem TPT Indonesia perlu dibenahi supaya balance dan mencukupi dan kita bisa lebih mandiri dan kompetitif,” kata dia.

    Adapun, inisiasi BMTP produk TPT itu bakal berakhir pada 8 November 2022.

    1. Gerakan Belanja Produk Lokal Giring UMKM Masuk E-Commerce

    Saat ini pemerintah tengah menggencarkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang sudah diluncurkan sejak 2020 guna mendorong pembukaan peluang usaha dan lapangan kerja.

    Salah satu upaya yang ditempuh dalam program aksi afirmasi Gernas BBI melalui kampanye pembelian dan pemanfaatan Produk Dalam Negeri (PDN) melalui e-katalog dan toko daring yang diperhitungkan berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,7 persen.

    Karena itu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berusaha mendorong dan memastikan para pelaku kreatif/industri kreatif/UMKM kreatif untuk bergabung di e-Katalog LKPP sebagai etalase dan marketplace penjualan barang dan jasa kreatif mereka agar dapat dibeli oleh instansi pemerintah pusat dan daerah," katanya.

    Hingga tahun 2023, Kemenparekraf/ Baperkraf menargetkan sedikitnya 30 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau artisan lainnya dapat onboarding di toko daring atau marketplace.

    Menurut Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, tahun lalu sebanyak 5,5 juta tambahan UMKM/artisan masuk ke dalam marketplace dengan total mencapai 17,2 juta unit usaha. “Angka ini ditargetkan naik 57 persen menjadi 30 juta UKMM yang onboarding pada tahun 2023," ujarnya, akhir pekan lalu.

     

    1. Gairah Investor Asing Memanas Berburu Saham Bank Kakap 

    Investor asing cukup agresif dalam mengoleksi saham emiten perbankan papan atas sepanjang tahun ini. Sebanyak 5 dari 10 emiten dengan porsi pembelian terbesar investor asing sepanjang tahun ini adalah saham emiten bank.

    Hingga sesi pertama perdagangan hari ini, Senin (28/3), investor asing tercatat telah melakukan aksi beli yang lebih besar ketimbang aksi jual di pasar saham Indonesia. Alhasil, investor asing tercatat net buy dengan nilai Rp29,17 triliun.

    Kurang dari Rp10 triliun lagi, nilai tersebut bakal menyamai nilai net buy sepanjang tahun lalu yang sebesar Rp37,97 triliun. Mayoritas dari nilai net buy asing pada tahun ini mengalir ke saham-saham perbankan besar.

    Secara terperinci, aksi beli terbesar investor asing secara year-to-date (YtD) terjadi di saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yakni senilai Rp7,4 triliun. Selanjutnya, di posisi kedua dan satu-satunya sektor nonbank yakni PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) senilai Rp5,6 triliun.

    Selebihnya, tiga emiten lain penghuni top 5 net buy asing kembali diisi saham bank, yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Rp4,5 triliun, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Rp3,9 triliun, dan emiten bank digital PT Bank Jago Tbk. (ARTO) senilai Rp3,1 triliun.

    Selain keempat emiten bank itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga masih dalam daftar 10 besar, tepatnya di urutan kesembilan dengan nilai net buy asing Rp1,3 triliun.

    Kinerja sektor perbankan dan meningkatnya ketertarikan investor asing terhadap sektor ini tampaknya tidak dapat dilepaskan dari faktor tren pemulihan ekonomi Indonesia yang terlihat cukup menjanjikan. Ekonomi Indonesia terlihat relatif tahan banting terhadap efek sentimen eksternal saat ini.

    Sektor perbankan sendiri adalah jantung bagi perekonomian. Kuatnya kinerja saham perbankan mencerminkan meningkatnya ekspektasi investor terhadap peluang peningkatan kinerja ekonomi, sebab kinerja bank akan mendahului kinerja ekonomi.


    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

    Konten Premium

    Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

    Artikel Terkait

    Berita Lainnya

    Berita Terbaru

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    # Hot Topic

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Rekomendasi Kami

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Foto

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper