Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta otoritas pertanian untuk memastikan produktivitas petani kedelai dalam negeri cukup seiring dengan rencana larangan terbatas atau Lartas impor kedelai pada tahun ini.
Sekretaris Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan kementeriannya berfokus untuk menyiapkan bahan baku untuk pengrajin tempe dan tahu di dalam negeri setiap tahunnya.
“Yang penting tersedia bahan baku kedelai untuk memastikan 150 ribu UMKM pengrajin tahu tempe mendapat kepastian bahan baku, supaya usahanya bisa berkesinambungan,” kata Oke melalui pesan WhatsApp, Rabu (23/3/2022).
Berdasarkan catatan Kemendag per 22 Maret 2022, harga kedelai di tingkat eceran sudah mencapai Rp13.900 per kilogram atau naik 6,29 persen dari pencatatan bulan lalu. Sementara harga tempe eceran menembus angka Rp13.203 per kilogram atau naik 2,43 persen secara bulanan.
Kenaikan harga itu dipicu karena fluktuasi harga bahan baku itu di tingkat internasional di tengah perang Rusia-Ukraina pada awal tahun ini. Harga kedelai di pasar dunia sudah menembus Rp8.688 per kilogram atau naik 4,85 persen dari bulan sebelumnya. Sementara harga pada contract futures Mei 2022 menembus Rp8.722 per kilogram atau naik 1,98 persen dari pencatatan bulan lalu.
“Pemerintah sedang menyiapkan bantuan kepada UMKM tahu tempe supaya tetap dapat melanjutkan usahanya,” kata Oke.
Baca Juga
Rencanannya, Kemendag bakal memberikan bantuan penggantian selisih harga pembelian kedelai di tingkat pengrajin tempe tahu sebesar Rp1.000 per kilogram dengan sumber anggaran cadangan stabilitas harga pangan atau CSHP.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan dirinya sudah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menerapkan larangan terbatas (Lartas) untuk importasi kedelai pada tahun ini. Syahrul beralasan impor kedelai yang sudah berlangsung selama 15 tahun itu terbukti menekan produktivitas petani di dalam negeri.
“Sekali-kali kita injak juga kakinya itu importir sudah 15 tahun mereka impor melulu kalau kita lihat di data semenjak IMF menetapkan itu maka importasinya itu cukup besar, sangat besar dan tidak ada lartasnya, saya sampaikan ke Presiden harus ada lartas,” kata Syahrul saat rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Menurut Syahrul, ketergantungan impor selama 15 tahun terakhir telah memaksa petani untuk beralih dari menanam kedelai ke komoditas lain yang lebih kompetitif seperti jagung. Konsekuensinya, lahan tanam kedelai setiap tahunnya dan beralih ke komoditas lain.
“Karena harga kedelai di luar Rp5.000-an sementara petani kita tidak untung kalau harga dia di bawah Rp7.000 karena 1 hektare hanya bisa mampu kurang lebih 1,5 ton per hektare itu hasilnya kurang lebih Rp13 juta, kalau di bawah Rp7.000 tidak bisa masuk,” kata dia.