Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebut bahwa di satu sisi, Program Pengungkapan Sukarela atau PPS merupakan kelanjutan dari program pengampunan pajak atau Tax Amnesty pada 2016 silam.
Hal tersebut disampaikan oleh Suryo dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan dan disiarkan secara daring, Jumat (18/3/2022). Sosialisasi itu berlangsung sepanjang 2022 di berbagai kota.
Suryo menjelaskan bahwa teradapat banyak ketentuan dalam UU HPP yang berorientasi reformasi perpajakan. Namun, terdapat satu bagian yang hanya berlaku dalam waktu singkat, yakni PPS yang berlaku selama enam bulan.
Suryo menyebut PPS yang berlaku sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 itu hampir sama dengan program Tax Amnesty yang berlaku pada 2016. Program itu membuka kesempatan wajib pajak untuk melaporkan hartanya yang belum terungkap dengan tarif pajak penghasilan (PPh) khusus.
"Hampir sama seperti program Tax Amnesty 2016—2017, sedikit bedanya kalau untuk program ini adalah kelanjutan dari tax amnesty yang dulu satu hal, tetapi di sisi yang lain untuk [kebijakan] 2020-nya hanya untuk orang pribadi," ujar Suryo pada Jumat (18/3/2022).
Dia menjelaskan bahwa pemerintah memberlakukan PPS untuk meningkatkan basis perpajakan. Program itu, menurutnya, menjadi kesempatan terakhir bagi wajib pajak dalam mengungkapkan kewajiban perpajakannya sebelum sanksi normal kembali berlaku mulai 1 Juli 2022.
"Ini kami lakukan karena apa? Tadi, kami ingin membangun basis kepatuhan yang lebih. Setelah UU ini berjalan, UU Tax Amnesty 2015 kemarin, kemudian kami memiliki akses informasi, jadi semua informasi bapak ibu sekalian yang ada di institusi perbankan, segala macam, itu kami miliki [untuk memeriksa kewajiban perpajakan]," ujarnya.