Bisnis.com, JAKARTA – Penutupan toko fisik untuk segmen hypermarket dan toserba di Indonesia belakangan ini ternyata membuka peluang baru bagi pelaku usaha yang sudah berkecimpung di sektor ini.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakana tren penutupan itu menurunkan daya saing bagi industri tersebut, sekaligus memberikan peluang baru.
Piter melihat pola perilaku konsumsi masyarakat yang berubah membuat pelaku ritel harus memutar otak agar konsumen mau berbelanja secara fisik.
“Pola konsumsi masyarakat berubah, itu yang menyebabkan keruntuhan dari ritel besar, kita bisa lihat bagaimana Giant tutup, pola belanja memang berubah,” kata Piter, Rabu (16/3/2022).
Pada kenyataannya, banyak masyarakat yang tidak lagi belanja di ritel segmen besar seperti toserba, mereka lebih memilih berbelanja di ritel kecil yang lebih dekat dengan lingkungannya.
Ia pun lalu menyingung sejumlah inovasi yang telah dilakukan pelaku usaha di segmen ini, termasuk PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA).
Menurutnya, MPPA dapat bertahan di tengah pandemi dan terus melaju mengembangkan bisnisnya dengan melakukan berbagai inovasi.
“Sekarang kalau mereka mau bikin yang besar, Hypermart dan Hyfresh harus disesuaikan dengan gaya berbelanja masyarakat sekarang ini,” lanjut Piter.
Lebih lanjut, Piter mengatakan adanya sokongan dana dari asing yaitu Consilium Frontier Equity Fund LP terhadap MPPA disinyalir membawa misi. Dia melihat Amerika Serikat melawan arus pada kondisi yang ada, di mana sudah banyak emiten yang keluar dari bisnis tersebut.
“Mungkin pertimbangan ini karena harga sudah cukup murah, saya yakin yang dari Amerika ini membawa konsep baru, gak mungkin dia menaruh uang disini tanpa sesuatu yang akan mereka kerjakan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa MPPA berani untuk ekspansi karena melihat prospek pemulihan konsumsi rumah tangga yang makin pulih.
“Prospek dari pemulihan konsumsi rumah tangga memang diperkirakan akan bergerak di 4-4,5 persen khususnya pada kuartal kedua, secara tahunan ada pemulihan,” jelas Bhima.
Hal yang menjadi tantangan, justru bukan pandemi lagi, tapi kenaikan inflasi dan energi yang membuat waswas pelaku ritel besar.