Bisnis.com, JAKARTA – Colliers Indonesia menilai tutupnya sejumlah peritel besar menandakan bahwa konsep hypermarket mulai kehilangan daya tarik.
Lembaga konsultasi properti itu juga memperkirakan pelaku ritel, terutama di segmen makanan dan minuman (F&B) akan mengambil langkah ekspansi yang lebih hati-hati sepanjang 2025 ini dengan mempertimbangkan sejumlah kondisi
Head of Retail Services Colliers Indonesia Sander Halsema mengatakan sejumlah faktor seperti pelemahan nilai tukar rupiah, kekhawatiran terhadap inflasi, serta kondisi geopolitik global yang tidak menentu, turut menekan tingkat kepercayaan konsumen.
Kondisi ini juga diperparah dengan tingkat pengangguran yang sedikit meningkat, sehingga berdampak pada daya beli masyarakat. Konsumen kemungkinan akan mengurangi pengeluaran untuk hiburan dan memilih belanja kebutuhan pokok yang lebih terjangkau.
“Banyak pelaku ritel, terutama di segmen makanan dan minuman [F&B], akan mengambil langkah ekspansi yang lebih hati-hati pada tahun ini,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip, Selasa (12/5/2025).
Sementara itu, dia juga menyoroti konsep hypermarket di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Penutupan Giant dan penghentian ekspansi Lulu Hypermarket menjadi contoh nyata bahwa format ini makin kehilangan daya tarik.
Baca Juga
Lulu, sebutnya, bahkan sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi dan operasionalnya di kawasan Jabodetabek. Transmart pun diperkirakan akan menutup sejumlah gerainya dalam waktu dekat.
Menurut Halsema, fenomena ini telah terjadi sejak 2016 dan disebabkan oleh tekanan dari minimarket dan jaringan supermarket yang lebih ramping seperti Superindo.
“Dengan ukuran gerai yang lebih kecil, mereka bisa membuka toko lebih banyak dan lebih dekat ke konsumen, serta menawarkan harga yang lebih kompetitif,” jelasnya.
Halsema juga menyebut bahwa Alfamart akan menutup sejumlah gerai pada akhir 2024. Namun, langkah ini murni berdasarkan evaluasi performa toko yang tidak menguntungkan, diimbangi dengan pembukaan toko-toko baru di lokasi yang lebih potensial.
Peluang Pertumbuhan di 2025 Masih Terbuka
Sepanjang 2025 ini,dia menilai peluang pertumbuhan masih terbuka lebar bagi segmen supermarket dan minimarket. Pertumbuhan kelas menengah serta perkembangan kota-kota lapis kedua dan ketiga menciptakan permintaan baru terhadap pengalaman berbelanja yang lebih modern.
Dia meyakini minimarket dan supermarket yang menyasar kelas menengah ke bawah akan menjadi alternatif bagi konsumen yang mulai beralih dari pasar tradisional. Namun, untuk hypermarket, Halsema tidak melihat adanya tanda-tanda kebangkitan dalam waktu dekat maupun menengah.
Dari sisi regulasi, Halsema menilai Omnibus Law memberikan angin segar bagi sektor ritel, khususnya bagi investor asing.
“Undang-undang ini memungkinkan pelaku ritel asing untuk membuka gerai-gerai yang lebih kecil serta mencabut beberapa larangan di segmen ritel tertentu,” paparnya.
Selain itu, penundaan kenaikan tarif PPN yang sempat direncanakan tahun ini turut memberikan ruang napas bagi pelaku usaha ritel di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Sejauh ini, dia melihat tren kebanyakan pelaku ritel cenderung memilih membuka toko di pusat perbelanjaan besar yang sudah terbukti memiliki lalu lintas pengunjung tinggi, atau di area ritel semi-outdoor seperti One Satrio, Chillax, dan sejenisnya yang juga ramai pengunjung.
“Jadi, lokasi menjadi faktor paling krusial dalam menarik trafik. Tentu saja, sewa di lokasi-lokasi tersebut juga cenderung lebih tinggi,” imbuhnya.
Faktor penting lainnya, sebut dia adalah konsep, desain toko, dan pengalaman menyeluruh yang ditawarkan kepada konsumen.
"Generasi muda, khususnya, kini lebih mencari pengalaman yang menarik dan cenderung memilih ritel yang menyuguhkan hal tersebut dibandingkan ritel konvensional," imbuhnya.