Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewajibkan manifest muatan barang untuk mencegah praktik muatan gendong, sekaligus praktik muatan berlebih atau overload angkutan barang.
Adapun, praktik muatan gendong berarti titipan tambahan tonase muatan yang merupakan persekongkolan antara pemilik barang dengan pengemudi truk, tanpa sepengatahuan pemilik kendaraan. MTI menilai dalam berbagai kasus truk overload, praktik muatan gendong sudah berlangsung lama di Indonesia.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mencontohkan ada satu unit truk mendapat kontrak muat gula pasir dengan perjanjian 20 ton muatan yang harus diangkut. Sementara itu, berat kosong kendaraan yaitu 10 ton. Tetapi, ketika dilakukan penimbangan di UPPKB (Unit Penyelenggara Penimbangan Kendaraan Bemotor) atau jembatan timbang, hasil timbangannya mencapai 40 ton.
"Pemilik truk akhirnya bisa mengetahui, bahwa telah terjadi praktek muatan gendong yang beratnya 10 ton," jelas Djoko dalam siaran resmi, dikutip Senin (14/3/2022).
Selain muatan gendong, Djoko menyebut praktik truk balen meramaikan praktik penyelenggaraan angkutan barang di tanah air. Praktik truk balen atau pulang, dilakukan dengan truk tanpa muatan yang rentan diisi oleh barang dengan arah tujuan sejalan dengan perjalanan pulang pengemudi truk, tanpa sepengetahuan pemilik truk.
Djoko mengatakan pengusaha atau pemilik truk muatan barang mengharapkan adanya manifes muatan barang. Manifes diharapkan dapat menjadi patokan dan data angkutan barang oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang berisikan jenis barang muatan, jumlah colly barang, dan jumlah berat barang.
"Dari manifest muatan barang itu saja sekaligus juga sudah dapat digunakan untuk menghilangkan saling tuduh lagi tentang siapa sebenarnya pemrakarsa terjadinya muatan lebih," tuturnya.
Pemanfaatan manifes barang, lanjut Djoko, bisa mempermudah petugas jembatan timbang untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan kolusi antara pengemudi dan pemilik barang. Hal tersebut bisa diketahui apabila hasil timbangan UPPKB atau jembatan timbang tidak sesuai dengan manifes.
Setelah mewajibkan manifes muatan barang untuk pelaku industri logistik dan pemilik barang, Djoko menilai pemerintah perlu merubah atau merevisi Undang-Undang (UU) No.22/2009 tenta Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Revisi tersebut diharapkan bisa menjerat pemilik barang jika mereka terbukti memalsukan manifes.
"Jika ditimbang di UPPKB dan berat muatan tidak sesuai dengan manifest muatan barang, berarti ada dua kemungkinan, yaitu pengemudinya nakal dan bermain dengan pemilik barang tanpa sepengetahuan pemilik truk atau pemilik barangnya yang nakal, telah mencantumkan manifest muatan barang yang tidak sebenarnya," ujarnya.