Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk mengenakan bea masuk antidumping atau BMAD terhadap impor produk Hot Rolled Coil of Other Alloy (HRC Alloy) asal China yang termasuk dalam pos tarif ex.7225.30.90. Kebijakan BMAD itu berlaku efektif Selasa (15/3/2022) untuk lima tahun ke depan.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 15/PMK.010/2022 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Produk Hot Rolled Coil of Other Alloy (HRC Alloy) dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang ditetapkan pada 22 Februari 2022.
“Bahwa sesuai dengan hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia, telah terbukti terjadi dumping atas impor produk HRC Alloy yang berasal dari RRT sehingga menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri serta ditemukan hubungan kausal antara dumping dengan kerugian yang dialami industri dalam negeri,” tulis Sri dalam PMK itu, dikutip Senin (14/3/2022).
Adapun BMAD itu dikenakan pada barang impor dengan spesifikasi memiliki kandungan Boron (B) 0,0008 persen sampai 0,003 persen atau memiliki kandungan Boron (B) 0,0008 persen sampai 0,003 persen dan Titanum (Ti) lebih kecil atau sama dengan 0,025 persen.
Nama eksportir atau eksportir produsen produk yang dikenakan BMAD diantaranya Rizhao Steel Holding Group Co., Ltd., Rizhao Steel Wire Co., Ltd., dan Baohua Steel International Pte. Limited (Singapura) dikenakan dengan besaran BMAD sebesar 26,9 persen.
Selanjutnya, Zhangjiagang Hongchang Steel Co., Ltd., Jiangsu Shagang International Trade Co., Ltd., Xinsha International Pte. Ltd. (Singapura), Shagang International (Singapura) Pte.Ltd., dengan besaran BMAD mencapai 39,1 persen.
Di sisi lain, BMAD 25,1 persen dikenakan kepada Shougang Jingtang United Iron & Steel Co., Ltd., Shougang Qian'an Iron & Steel Company dan Shougang Holding Trade (Hong Kong) Limited.
Sementara itu, BMAD 12,1 persen dikenakan kepada Bengang Steel Plates Co., Ltd., Benxi Iron and Steel (Group) International Economic and Trading Co., Ltd. dan Benxi Iron and Steel Hong Kong Limited.
Selain itu, Shanghai Meishan Iron and Steel Co.,Ltd. dan Baosteel Singapore Pte. Ltd. dikenakan BMAD sebesar 4,2 persen. Adapun, Shanxi Taigang Stainless Steel Co., Ltd. dikenakan BMAD mencapai 8,6 persen sementara perusahaannya lainnya dibebankan BMAD mencapai 50,2 persen.
“Pengenaan BMAD sebagaimana dimaksud merupakan tambahan atas bea masuk umum [most favoured nation] yang telah dikenakan atau tambahan atas bea masuk preferensi berdasarkan skema perjanjian atau kesepakatan internasional yang berlaku yang telah dikenakan,” tulis Sri Mulyani dalam PMK tersebut.
Kendati demikian, pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemasukan dan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Donna Gultom mengakui melonjaknya volume impor besi dan baja (HS 72) sepanjang 2021 disebabkan karena belum jelasnya arah kebijakan pemerintah terkait dengan produk dumping yang masuk ke Tanah Air.
Alasannya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menyampaikan keputusan untuk memperpanjang pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk cold rolled coil/sheet (CRC/S), HRC hingga HRC paduan dari sejumlah negara eksportir termasuk China kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2016.
Hanya saja, keputusan perpanjangan pengenaan BMAD atas impor produk dumping dari Jepang, Korea Selatan, China, Malaysia, Taiwan hingga Vietnam tidak kunjung diputuskan lewat Peraturan Menteri Keuangan atau PMK tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume impor besi dan baja (HS 72) sepanjang 2021 sebesar 13,03 juta ton atau mengalami peningkatan 15 persen dari pencatatan 2020 di posisi 11,35 juta ton. Kendati demikian, nilai impor HS 72 pada 2021 menyentuh di angka US$11,95 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 74 persen dari torehan 2020 di angka US$6,85 miliar.