Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan penyakit kulit berbenjol atau lumpy skin disease (LSD) pada sapi yang sedang menjangkiti populasi sapi di provinsi Riau tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
"Penyakit ini tidak menular dari hewan ke manusia, atau bukan penyakit zoonosis," Hal kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah dalam siaran pers, Sabtu (12/3/2022).
Menurut Nasrullah, produk dari sapi atau kerbau yang tertular LSD dan kemudian telah sembuh, masih dapat dikonsumsi setelah dihilangkan bagian-bagian yang terdampak.
"Pastikan daging yang akan dikonsumsi berasal dari rumah potong hewan yang diawasi oleh dokter hewan," tambahnya.
Dia mengatakann daging yang dijual di masyarakat yang memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau berasal dari rumah potong hewan yang memiliki NKV pasti telah diperiksa kesehatannya sebelum ternaknya dipotong dan setelah dipotong.
"Jadi masyarakat tidak usah khawatir atau ragu untuk membeli dan mengkonsumsi daging sapi/kerbau," imbuhnya.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menjual, melakukan pengiriman lintas Daerah, dan memotong hewan yang masih sakit.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH Nuryani Zainuddin menyampaikan kasus LSD telah terkonfirmasi di 7 kabupaten/kota di provinsi Riau. Dia mengatakan upaya pemberantasan intensif terus dilakukan.
“Kementan tengah mempersiapkan vaksinasi massal LSD di Riau. Vaksinnya sudah kita siapkan," jelasnya.
Nuryani menyampaikan, pada Minggu kedua Maret ini, sebanyak 147 orang petugas kesehatan hewan yang terdiri dari dokter hewan dan paramedis sudah siap untuk diterjunkan melakukan vaksinasi setelah mendapatkan pelatihan dari tim pusat.
"Kita juga siapkan program sosialisasi kepada semua tingkatan pemangku kepentingan untuk mendukung program ini,” kata dia.
Selain dengan dukungan APBN dan APBD, Nuyani mengatakan pengendalian LSD di Riau juga memperoleh dukungan dari program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) dan Global Health Security Program Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).