Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Perang Rusia-Ukraina: Petani Gandum Dunia Menjerit

Invasi Rusia ke Ukraina berhasil memangkas suplai biji-bijian dunia, termasuk gandum, hingga 25 persen. Padahal komoditas ini digunakan untuk memproduksi roti, mie, hingga pakan ternak.
Ilustrasi ladang gandum/ Bisnis.com
Ilustrasi ladang gandum/ Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Petani gandum di seluruh dunia dipaksa beroperasi penuh di tengah kesulitan ekspansi lahan dan invasi peperangan Rusia di Ukraina yang membuat pasokan terhenti.

Chief Executive Office IKON Commodities Ole Houe mengatakan negara barat kini mulai kesulitan memperluas lahan gandum.

Hanya Amerika Selatan dan Rusia yang bisa tetap konsisten untuk melakukan ekspansi dalam beberapa dekade terakhir.

Namun, kawasan seperti Amerika Selatan mendapat banyak penolakan karena satu-satunya cara meningkatkan lahan adalah dengan deforestasi.

"Rusia keluar, terang saja, saat ini. Jadi secara global kami memiliki masalah. Dari mana kami mendapatkan biji-bijian ekstra?," katanya dikutip Bloomberg pada Kamis (10/3/2022).

Invasi Rusia ke Ukraina berhasil memangkas suplai biji-bijian dunia hingga 25 persen. Padahal komoditas ini digunakan untuk memproduksi roti, mie, hingga pakan ternak.

Goldman Sachs Group Inc., mengatakan kondisi ini menempatkan pasar pada kejutan paling tajam sejak 'Great Grain Robbery' pada 1970-an.'

Harga yang melambung langsung mempercepat inflasi pangan sehingga meningkatkan kekhawatiran bagi negara-negara yang bergantung pada pasokan negara lain.

Goldman juga mengatakan bahwa para trader jangan terlalu banyak bertaruh bahwa AS akan turun tangan dan memenuhi permintaan biji-bijian global.

Hal ini lantaran petani di sana memiliki sedikit kapasitas cadangan untuk meningkatkan lahan dan nutrisi tanaman terlalu mahal sebagai solusi mudah untuk meningkatkan hasil.

Adapun, alasan lain yang menyebabkan banyak negara kesulitan menambah lahan adalah sebagian besar penanaman sudah dilakukan di belahan bumi utara.

Kendati masih bisa panen gandum musim semi, tetapi Eropa dan AS lebih banyak menanam gandum musim dingin, yang semuanya diunggulkan di musim gugur. Untuk itu, sudah terlambat untuk mengubah lahan sekarang.

Sementara itu di Australia, perluasan area hanya akan menambah lahan marjinal, menurut Houe. “Kami saat ini sedang menanam di semua area yang mungkin bisa Anda bayangkan,” katanya.

Negara yang berhasil panen melimpah pada tahun lalu ini bersiap untuk ekspor dengan periode yang lebih panjang, lebih sibuk, dan dengan kapasitas yang jauh lebih besar dari biasanya untuk memenuhi lonjakan permintaan di luar negeri.

Houe memperkirakan program ekspor Australia akan berlanjut melewati Juli hingga Oktober ketika panen berikutnya dimulai.

IKOM Commodities mencatat, ekspor gandum Australia pada musim ini mencapai rekor sebesar 29 juta ton.

Angka itu naik 47 persen dari musim sebelumnya dan jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan pemerintah 24,9 juta.

Sejauh ini, China telah menyerap gandum Australia dengan ekspor pada 2022 sudah melampaui pesanan yang dibuat sepanjang tahun lalu.

“Tahun ini kami akan melakukan kemiringan penuh – kemiringan penuh mutlak. Kami akan mengirimkan lebih dari yang diperkirakan semua orang," kata Houe.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper