Bisnis.com, JAKARTA - Harga nikel dunia mengalami lonjakan tajam pada Selasa (8/3/2022) hingga menyentuh US$100.000 per dry metrik ton. Namun begitu, RI berpotensi tidak mendapat apa-apa dari lonjakan harga saat ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menilai bahwa kenaikan harga saat ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyerap pendapatan negara. Selama ini, ekspor nikel olahan tidak dikenakan bea keluar apapun.
Kondisi ini berpotensi menjadi profit loss bagi pemerintah. Padahal harga nikel olahan seperti nickel pig iron dan ferro nickel mengalami lompatan cukup besar di pasar internasional. Pemerintah didorong untuk mengenakan bea keluar ini demi menambah pundi-pundi devisa negara.
“Pemerintah harus segera menetapkan bea keluarnya [ferro nickel dan nickel pig iron]. Momentum ini harus diambil. Kalau tidak dikenakan bea keluar, berarti Negara tidak menikmati kenaikan harganya. Negara dapat apa,” katanya kepada Bisnis, Selasa (8/3/2022).
Dia mengatakan bahwa pemerintah harus bersikap tegas dalam pemberian bea keluar bagi perusahaan smelter. Pasalnya, ekspor komoditas olahan nikel dari Indonesia juga mengikuti harga internasional.
“Walaupun itu hanya dibebankan 1 persen - 2 persen dari nilai ekspor nikel pig iron maupun ferro nickel. Artinya Negara bisa menikmati. Ada pendapatannya [terhadap Negara],” terangnya.
Baca Juga
Sementara itu, Meidy menduga kenaikan harga nikel dunia saat ini dimotori oleh invasi Rusia ke Ukraina. Selain itu, penguatan juga bisa saja terjadi akibat menipisnya stok nikel di LME.
Pekan ini, harga nikel mengalami lompatan tertinggi sepanjang sejarah. Pada Selasa (8/3/2022), harga nikel yang dipublikasi London Metal Exchange mengalami penguatan tajam mencapai US$101.350 per dry metrik ton atau sekitar 110,80 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya.
Bursa London Metal Exchange mencatat harga nikel mengalami peningkatan tajam dengan penguatan 18.717 poin dari perdagangan akhir pekan sebelumnya menjadi US$48.211 per dmt pada Senin (7/3/2022).
Penguatan juga terjadi untuk kontrak April menyentuh US$48.131 per dmt. Lonjakan harga juga terjadi untuk kontrak Mai dengan meningkat 65,10 persen atau 18.964 poin dari perdagangan sebelumnya.
Tradingeconomics menyebutkan bahwa lonjakan harga nikel ini setidaknya tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Penguatan harga ini disebabkan oleh adanya sanksi Barat terhadap Rusia, setelah negara itu menginvasi Ukraina.
Langkah politik Presiden Rusia Vladimir Putin itu dinilai dapat memicu kekhawatiran akan pasokan logam. Sanksi yang diberikan kepada Rusia memberikan pukulan telak bagi pasokan nikel dunia. Pasalnya, Rusia menjadi produsen ketiga terbesar di dunia mencapai 250.000 ton pada 2021.
Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen terbesar nikel dunia dengan mencapai 1 juta ton pada 2021. Disusul Filipina 370.000 ton, Rusia, Kaledonia Baru 190.000 ton serta Australia 160.000 ton.
Berbeda dengan negara lain, Indonesia telah menghentikan ekspor bijih nikel mentah. Kini RI hanya mengekspor nikel dalam bentuk olahan seperti ferro nickel dan nickel pig iron.
Selain itu, penguatan harga komoditas ini juga dipicu oleh meningkatnya permintaan baja tahan karat, industri baterai, serta berkurangnya pasokan di dunia.
“Stok nikel di gudang terdaftar di LME telah turun hampir 70 persen sejak April 2021 tahun lalu menjadi 83.824 ton.” tulis laman tersebut dikutip Selasa (8/3/2022).