Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kenaikan harga-harga komoditas masih berlanjut di awal tahun 2022.
Harga komoditas energi, seperti batu bara, gas dan minyak mentah mengalami kenaikan lantaran dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan disrupsi supply.
"Karena memang salah satu konsekuensi dari geopolitik kemungkinan akan termasuk dikenakannya sanksi [di mana] akan memengaruhi sentimen maupun kondisi dari supply demand, terutama komoditas energi," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA, dikutip Rabu (23/2/2022).
Kemudian, untuk komoditas yang merupakan unggulan di Indonesia seperti nikel, CPO maupun karet, juga tetap berada pada posisi yang tinggi.
Sri Mulyani berharap, tren kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia ini dapat memberi daya dorong pada prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.
Di sisi lain, komplikasi pemulihan ekonomi yang tidak merata, kenaikan harga komoditas yang masih bertahan pada level tinggi, serta adanya disrupsi suplai telah menyebabkan tekanan inflasi. Kondisi ini berlanjut di berbagai negara, terutama di negara-negara maju.
Sri Mulyani menuturkan, AS mencatatkan inflasi sebesar 7,5 persen, di mana ini adalah yang terburuk sejak 40 tahun terakhir. Selain itu, Eropa mencapai 5,1 persen sedangkan Jepang yang biasanya deflasi, kini mencatatkan inflasi di atas 0,5 persen.
Tak hanya di negara-negara maju, berbagai negara emerging juga mencatatkan inflasi. Brasil misalnya, dengan inflasi 10,4 persen menyebabkan kenaikan suku bunga bahkan di atas 875 bps (basis point). Selain itu, Meksiko mencatatkan inflasi di 7,1 persen dimana suku bunganya sudah mencapai angka 6 persen atau naik 175 bps.
Sementara, inflasi Indonesia saat ini berada di 2,2 persen dan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) tetap dijaga di 3,5 persen.
Berbagai fenomena ini, katanya, tentu menjadi perhatian dan menjadi bahan diskusi di dalam pertemuan G20.
"Tekanan inflasi tinggi. Di satu sisi, pemulihan ekonomi tidak merata dan ini menimbulkan komplikasi tantangan kebijakan di seluruh negara-negara, baik di G20 maupun di luar G20," ujarnya