Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak melonjak hingga menyentuh angka US$ 139 per barel, setelah Gedung Putih menyatakan sedang membahas embargo minyak mentah Rusia akibat perang Rusia Ukraina.
Minyak Brent melonjak sebanyak 18 persen dalam hitungan menit sebelum turun menjadi sekitar 9 persen pada hari Senin, (07/03/2022). Melonjaknya harga minyak merupakan harga tertinggi selama dua tahun dan telah terjadi sejak pekan lalu ketika invasi Rusia ke Ukraina yang memicu kekhawatiran krisis pasokan yang brutal.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebutkan pemerintahan Biden dan sekutunya sedang dalam pembicaraan tentang pelarangan impor minyak Rusia karena tekanan meningkat untuk memukul balik lebih keras pada produsen minyak terbesar ketiga di dunia itu.
Sementara para trader, ekspedisi kargo, asuransi dan bank makin waspada dalam mengambil atau mendanai pembelian minyak Rusia. Embargo formal akan meningkatkan ketidakpastian yang menyebabkan perdagangan Brent dalam kisaran terbesar sejak peluncuran kontrak berjangka pada 1998.
Ia menambahkan untuk lebih banyak berita bullish selama akhir pekan, dengan Arab Saudi menaikkan harga campuran minyak mentah utamanya dan Libya mengatakan produksinya telah jatuh karena krisis politik.
“Kami memiliki banyak tikungan dan belokan yang akan datang. Sementara saya pikir dunia sudah memperhitungkan fakta bahwa akan ada ketidakmampuan untuk mengambil sejumlah besar minyak Rusia di belahan bumi barat, saya tidak berpikir kami telah menetapkan harga dalam segala hal,” papar Kepala Asia Vitol, Mike Muller, dikutip dari Bloomberg, Senin (07/03/2022).
Baca Juga
Pada akhir pekan, International Monetary Fund (IMF) memperingatkan bahwa perang, serta sanksi berikutnya yang dikenakan pada Rusia akan memiliki dampak signifikan pada ekonomi global.
“Sementara situasinya tetap sangat cair dan prospeknya tunduk pada ketidakpastian yang luar biasa, konsekuensi ekonominya sudah sangat serius,” terang IMF dalam keterangan resminya.
Arab Saudi menaikkan harga untuk semua wilayah, menaikkan minyak mentah Arab Light untuk pengiriman bulan depan ke Asia menjadi US$ 4,95 per barel di atas patokan yang digunakannya. Itu premi terluas sejak Bloomberg mulai mengumpulkan data pada 2000.
Di Libya, produksi minyak telah turun di bawah 1 juta barel per hari, menurut menteri energi, karena anggota OPEC terjun lebih dalam ke dalam krisis politik. Produksi minyak berada di level 1,2 juta barel pada hari Rabu pekan lalu.
Secara terpisah, Iran membuat langkah menuju kesepakatan dengan kekuatan dunia atas program nuklirnya. Jika berhasil, itu dapat membuka jalan bagi pencabutan sanksi terhadap minyak Teheran pada kuartal ketiga dan mengurangi beberapa keketatan pasar dengan kembalinya ekspor minyak secara resmi.