Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menegaskan program Jaminan Hari Tua atau JHT justru memberikan perlindungan bagi masyarakat yang memasuki masa pensiun atau tidak produktif. Mekanisme pencairan saldo JHT saat usia 56 Tahun dinilai lebih memberi kesejahteraan bagi masyarakat ketimbang ketika diambil di masa produktif.
Berdasarkan simulasi manfaat JHT dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dibuat Anggoro, besaran nilai pencairan saldo JHT saat usia 56 tahun justru lebih besar ketimbang saat masa produktif.
Misalkan, usia peserta 30 tahun dengan masa kepesertaan 2 tahun memiliki upah sebesar Rp5 juta per bulan. Dengan demikian, total saldo JHT yang diperoleh setelah dua tahun ikut kepesertaan hanya sebesar Rp7.201.465.
“Perhitungan simulasi itu dengan asumsi upah tetap, iuran dari perusahaan 3,7 persen, iuran dari tenaga kerja 2 persen serta pengembangan sebesar 5 persen per tahun yang mereka dapatkan itu Rp7,2 juta,” kata Anggoro dalam konferensi pers daring, Jumat (25/2/2022).
Hanya saja ketika peserta itu tidak bekerja lagi dan mengambil JHT pada usia 56 tahun, maka saldo yang dapat dicairkan berkembang menjadi Rp23.225.445.
Sementara, simulasi pencairan JKP dengan asumsi kepesertaan yang sama, manfaat tiga bulan pertama sebesar Rp6.750.000. Lalu manfaat pada tiga bulan kedua sebesar Rp3.750.000.
Baca Juga
“Lalu JHT itu dia iur lagi setelah dia bekerja hingga di usia 56 tahun asumsi upah Rp5 juta terus maka JHT dia menjadi kurang lebih Rp183,54 juta. Ini tujuan dari JHT kalau tidak dicairkan dan mereka tetap bekerja karena usia produktif nanti JHT bisa jadi Rp183,54 juta,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi menyampaikan bahwa selama ini pekerja mengalami situasi ‘kepepet’ sehingga mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) sebelum waktunya.
Pekerja yang telah berhenti dengan beberapa alasan seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), akan mencari cara untuk mendapatkan penghasilan selama masa tersebut. Pesangon yang didapat dari perusahaan pun tentu membutuhkan waktu untuk cair. Hal ini lah yang membuat pekerja ‘kepepet’ dan terpaksa mencairkan JHT.
Rustadi mengungkapkan, sebenarnya, saat ini pemberian pesangon sudah lebih baik, tidak seperti dahulu. Pekerja yang terikat secara kontrak pun tetap dapat pesangon.