Bisnis.com, JAKARTA - Pergeseran konsumsi rokok ke produk yang lebih murah (downtrading) diperkirakan marak terjadi pada 2022. Hal itu disebabkan oleh faktor variasi harga, meski pemerintah telah menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) sejak 1 Januari 2022.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan pergeseran konsumsi rokok ke produk yang lebih murah juga dikhawatirkan tidak menurunkan pravalensi konsumsi rokok masyarakat Indonesia, melainkan membuka peluang perokok untuk memilih opsi rokok di golongan bawah karena harga yang lebih terjangkau.
Dia mengatakan, kenaikan CHT dari tahun ke tahun membuat pengusaha mempertahankan volume penjualan dan margin di tengah biaya produksi dari cukai yang terus meningkat itu.
"Tarif cukai selama ini menjadi salah satu komponen biaya yang besar dan ini tidak mudah dikompensasi langsung kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual,” kata Marolop dikutip dari Antara, Kamis (24/2/2022).
Menurutnya, tren menjamurnya pabrikan di golongan rendah juga dapat terlihat dari fenomena perusahaan besar yang turun golongan dalam beberapa tahun belakangan.
Kenaikan harga jual produk yang terlampau tinggi, katanya, justru akan membuat pabrikan kehilangan pembeli dan pangsa pasar.
Baca Juga
Oleh karena itu, dia memandang dengan selisih tarif cukai antara golongan yang sangat lebar tersebut, pabrikan akan lebih memilih untuk menahan bahkan mengurangi produksinya untuk mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah dan mampu menjual rokok dengan harga lebih murah.
"Perusahaan-perusahaan besar menurunkan produksinya untuk menekan pembayaran cukai ke tarif yang lebih murah, sehingga margin keuntungan dapat terjaga," kata Marolop.
Selain itu, di luar jumlah rokok ilegal yang masih tinggi, maraknya penjualan rokok di golongan 2 dan 3 inilah yang membuat konsumsi rokok tak menurun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat tingkat konsumsi rokok masyarakat usia di atas 15 tahun sebesar 28,96 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 sebesar 28,69 persen.
Dari catatan Bisnis, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani pernah menjelaskan bahwa naiknya CHT akan memengaruhi kenaikan harga rokok dan produk-produk hasil tembakau. Hal tersebut membuka celah pemain-pemain nakal untuk mengedarkan rokok ilegal yang harganya akan lebih murah.
Pemerintah pun, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), akan melakukan operasi penindakan secara rutin di semua wilayah. Menurutnya, pemerintah akan terus memberikan tekanan terhadap peredaran rokok ilegal agar tujuan pemberlakuan cukai untuk menekan konsumsi produk dengan eksternalitas negatif dapat berjalan maksimal.