Bisnis.com, JAKARTA – Industri komponen energi terbarukan dalam negeri membutuhkan dukungan pemerintah untuk menopang pengembangan infrastruktur EBT produksi lokal.
Selama ini, pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi teknis termasuk soal tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Aturan pemanfaatan komponen lokal setidaknya telah dimulai sejak 2006 dengan Permenperin No 57/2006.
Regulasi itu mengatur tentang penunjukan surveyor sebagai pelaksana verifikasi capaian tingkat komponen dalam negeri atas barang jasa produk dalam negeri.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa dukungan soal penciptaan pasar hingga pengembangan komponen dan transfer teknologi masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
“Tidak ada dukungan yang jelas sejauh in. Misalnya dukungan dalam hal penciptaan pasar, pengembangan industri dan transfer teknologi. Saya belum melihat ada program terstruktur dan jangka panjang yang dilakukan pemerintah,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/2/2022).
Selama ini pengembangan energi terbarukan di dalam negeri mulai bergeliat. Terlihat dengan perkembangan teknologi hidro skala kecil dan perakitan modul surya. Di luar itu, belum terlihat industri produksi lokal.
Sebab itu, setidaknya pemerintah dapat berfokus pada dua energi terbarukan ini. Pada PLTS misalnya, perlu didukung pengembangan industri hulu dan diperluas ke komponen elektroniknya. Sedangkan untuk energi mikro hidro, eksekutif dapat menaikan kapasitas turbin yang diproduksi di dalam negeri. Misalnya hingga 10 megawatt (MW).
“Kalau dilihat tingkat TKDN di berbagai proyek ET, masih impor. Misalnya di panas bumi yang sudah berkembang lebih dari 40 tahun, komponen TKDN sangat kecil. Masih impor sebagian besar teknologinya.”
Data Kementerian ESDM, TKDN pada PLTA merupakan yang tertinggi yakni 76 persen, PLTP 39 persen, dan PLTBio 57 persen. Akan tetapi komponen bukan hanya berbentuk hardware, tetapi juga software.
“Intinya pemerintah harus memfasilitasi pengembangan industri komponen ET. Perlu penugasan ke BUMN atau promosi investasi swasta melalui insentif dan penciptaan pasar lewat kebijakan dan program. Rantai pasok harus dibangun,” terangnya.
Bisnis telah menghubungi Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif untuk dimintai keterangan mengenai isu ini. Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, belum ada respons dari yang bersangkutan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa sejauh ini kementerian terus mendorong penciptaan pasar dalam negeri untuk mendukung industri terkait.
Salah satunya dengan menerbitkan Permen ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap. Kemunculan beleid ini diklaim memicu antusiasme dari masyarakat untuk menggunakan energi terbarukan tersebut.
“Terutama dari rumah tangga dan industri. Kita lihat nanti sebulanan ke depan [hasilnya],” katanya.
Sementara itu, pihaknya bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN dan Kemenko Maritim dan Investasi terus menggodok penyelesaian Perpres Energi Terbarukan untuk mendukung industri ini.
“Semoga tidak lama lagi bisa selesai,” tuturnya.