Inklusi keuangan merupakan agenda penting dunia. Pada G20 Pittsburgh Summit 2009 disepakati pembentukan G20 Financial Inclusion Experts Group untuk mendorong peningkatan akses keuangan bagi kelompok masyarakat terbawah dan UMKM. Selanjutnya, G20 Leaders menyepakati Financial Inclusion Action Plan (FIAP) dan mempublikasikan 9 Principles for Innovative Financial Inclusion.
Pada akhir 2010 dibentuk Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) untuk melaksanakan agenda G20 terkait inklusi keuangan. FIAP 2020 yang disusun di tengah pandemi Covid-19 memuat arah dan program kerja GPFI 2020—2023.
Ada tiga komponen di dalamnya, yaitu pencapaian jangka panjang GPFI, cross cutting issue untuk dipertimbangkan pada program kerja GPFI, dan area aksi sesuai topik prioritas yang disepakati.
Berdasarkan FIAP 2020, prioritas GPFI meliputi dua hal, yaitu inklusi keuangan digital dan akses keuangan UMKM (SME finance). Mengutip survei International Trade Centre (2020) terhadap UMKM di 132 negara, dua pertiga UMKM melaporkan krisis telah berdampak signifikan pada operasional usaha. Bahkan 20% UMKM mengindikasikan risiko menutup bisnis secara permanen dalam jangka pendek.
Survei Bank Indonesia (BI) pada 2021 mengungkapkan 77,95% UMKM mengalami dampak negatif dari pandemi dalam bentuk penurunan pendapatan dan peningkatan biaya operasional. Kondisi diperparah dengan keterbatasan akses pada produk dan layanan jasa keuangan.
Agenda inklusi keuangan Presidensi Indonesia 2022 tentu perlu sejalan dengan FIAP 2020. FIAP telah memetakan capaian tahun ini yang terdiri dari satu capaian terkait prioritas inklusi keuangan digital dan empat capaian terkait prioritas keuangan UMKM.
Pertama, inklusi keuangan digital memuat rencana capaian berupa penyiapan kerangka kerja untuk implementasi High Level Principal (HLP) on Digital Financial Inclusion dengan fokus pada kelompok rentan dan tidak terlayani serta UMKM.
HLP on Digital Financial Inclusion bersama dengan Bali Fintech Agenda hasil Annual Meeting IMF-World Bank 2018 akan menjadi dasar penyiapan kerangka/arah untuk implementasi HLP on Digital Financial Inclusion di Presidensi Indonesia G20 tahun ini.
Kedua, akses keuangan UMKM. Harapan capaian prioritas ini adalah adanya inventarisasi produk dan layanan jasa keuangan inovatif di luar kredit yang dapat mengurangi kerentanan keuangan UMKM dan mengatasi kendala dalam akses keuangan, dan toolkit untuk membantu regulator dalam membangun ekosistem pendukungnya yang inovatif.
Selain itu harmonisasi dan perbaikan ketersediaan data yang terdisagregasi untuk UMKM yang dimiliki perempuan, kaum muda dan kelompok lainnya.
Presidensi G20 Indonesia diharapkan mampu menghasilkan kesepakatan yang dapat bermanfaat untuk Indonesia dan negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya terkait optimalisasi digitalisasi dalam inklusi keuangan.
Optimalisasi digitalisasi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan mendorong ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan untuk kelompok sasaran UMKM, khususnya yang dimiliki perempuan dan kaum muda.
Digitalisasi menjadi game changer, khususnya UMKM serta kelompok rentan dan kurang beruntung. IMF (2020) menegaskan bahwa inklusi keuangan digital melalui pemanfaatan layanan keuangan digital mampu membantu mengurangi economic fallout pada masa pandemi dan berpotensi memperkuat pemulihan.
Indonesia menjadi saksi bahwa penggunaan instrumen digital telah mendorong inklusi keuangan dengan semakin banyaknya kelompok masyarakat yang terhubung dengan lembaga keuangan.
Dalam masa pandemi pemerintah telah menyalurkan berbagai dukungan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang ditujukan untuk mendukung UMKM. Misalnya penempatan dana pemerintah di perbankan yang telah di-leverage menjadi penyaluran kredit senilai Rp458,22 triliun, di mana Rp248,4 triliun atau 54,2% di antaranya kepada segmen UMKM.
Efektivitas upaya ini tentu tidak lepas dari peran penting digitalisasi, karena sebagian dari bantuan disalurkan secara digital melalui perbankan dan lembaga keuangan nonbank. Hal ini membuka pintu sistem keuangan kepada kelompok rentan yang sebelumnya belum terhubung dengan lembaga keuangan formal.
OECD SME and Entrepreneursip Outlook 2021 mengungkapkan 30%—50% UMKM di sebagian besar negara telah meningkatkan penggunaan teknologi digital di masa krisis. Survei BI menyebutkan 20% UMKM mampu memitigasi dampak negatif pandemi terutama karena mengaplikasikan teknologi digital dalam usahanya.