Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menyiapkan aturan anyar untuk menekan gejolak harga dan menjamin pasokan minyak goreng domestik tetap stabil di tengah kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar dunia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, kebijakan anyar itu dirancang untuk melepaskan ketergantungan harga minyak goreng dari fluktuasi harga CPO internasional.
Oke menjelaskan, kebijakan tersebut masih dalam tahap peralihan yang bertumpu pada kebijakan terdahulu, seperti Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi para eksportir.
“Jadi saat ini konsentrasi pemerintah adalah dari temuan kami sementara ini, bagaimana melepaskan belenggu ketergantungan dari harga internasional, tetapi ini tidak bisa lama. Pemikiran kami sudah berjenjang, kami sudah siapkan berbagai kebijakan lainnya,” kata Oke saat memberi keterangan dalam diskusi Indef, Kamis (3/2/2022).
Menurutnya, manuver itu diambil setelah Kemendag mengidentifikasi kenaikan harga minyak goreng yang tidak terkendali turut disebabkan oleh kebijakan perdagangan pemerintah.
Artinya, kepentingan pemerintah berkaitan dengan penerapan Program Mandatori B30 hingga pungutan ekspor turut mengerek naik harga internasional komoditas tersebut selama pandemi Covid-19.
Baca Juga
“Saya akui kebablasan dari pemerintah ini membiarkan minyak goreng bergantung kepada harga CPO internasional, itu saja temuan kami pemerintah. Saat ini, pemerintah tidak punya waktu karena keputusannya harus diambil segera,” kata dia.
Ihwal implementasi kebijakan DMO dan DPO, dia menambahkan, alokasi minyak goreng untuk ritel modern sudah terpasang sebanyak 4,6 juta liter hingga awal bulan ini.
Data itu menunjukkan eksportir CPO sudah melaksanakan kewajiban pemenuhan pasokan domestik untuk pasokan bahan baku minyak goreng tersebut.
“Sekarang para eksportir ini sudah memenuhi kewajiban DMO dan DPO-nya karena mereka ekspornya masih dikunci, kalau sampai 20 persen baru dibuka pintu ekspornya, dan sampai sekarang belum ada,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi VI DPR RI menyoroti kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter yang tidak berjalan sesuai harapan. Kebijakan yang berakhir Senin (31/1/2022) dinilai gagal karena tak diikuti oleh penurunan harga di pasaran dan ketersediaan yang terbatas.
Nyaris dua pekan bergulir, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam berpendapat, kebijakan satu harga gagal diterapkan.
Hasil pemantauan di lapangan memperlihatkan bahwa harga di pasar tradisional masih berkisar di atas Rp18.000 per liter. Sementara itu, stok di ritel modern tidak kunjung tersedia.
“Kebijakan ini masih gagal total, Pak Menteri. Kami kemarin senang saat Pak Menteri mengumumkan Rp14.000 per liter dari Papua sampai Aceh. Namun beberapa hari kemarin kami turun apa benar Rp14.000 di lapangan, bahkan sampai tadi pagi di pasar harga minyak goreng Rp18.000 per liter,” kata Mufti dalam rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan, Senin (31/1/2022).