Bisnis.com, JAKARTA – Program mandatori biodiesel 30 persen atau B30 dinilai tidak memberikan dampak penghematan subsidi bagi negara, karena tingkat keekonomian bahan bakar hijau itu masih tinggi.
Program itu bahkan disebut hanya akan mengalihkan subsidi yang sebelumnya digunakan untuk bahan bakar minyak solar ke biodiesel.
Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan bahwa berdasarkan studi yang dilakukan, penggunaan biodiesel tidak berdampak terhadap penghematan APBN karena turunnya subsidi solar.
Pasalnya, B30 dijual pada kisaran harga yang sama dengan BBM solar, yakni Rp5.500 per liter, sedangkan harga keekonomiannya jauh lebih tinggi dari harga tersebut.
Dia menjelaskan, penghematan yang ditimbulkan oleh program mandatori B30 tidak terbukti dan hanya akan mengalihkan pemberian subsidi yang sebelumnya diperuntukan untuk solar.
“Harga ongkos keekonomiannya itu lebih tinggi, oleh karena itu kalau dulu kita menyubsidi [energi] fosil, sekarang menyubsidi biodiesel, mensubsidi pengusaha biodiesel. Jadi pindah subsidinya,” ujarnya dalam diskusi Kekuatan Oligarki dan Orang Kuat dalam Bisnis Biodiesel, Senin (31/1/2022).
Baca Juga
Dalam kesempatan itu, dia juga membantah bahwa program mandatori B30 telah memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dengan berkurangnya impor solar.
Kendati negara mengurangi impor solar, porsi ekspor kelapa sawit turut berkurang untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri karena program biodiesel itu.
“Jadi neraca perdagangannya membaik? Salah, karena apa? gara-gara kita mengurangi impor solar dan digantikan biodiesel, maka ekspor sawit kita juga turun. Kan sawit bisa diekspor dan digunakan untuk biodiesel,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim bahwa telah terjadi penghematan dari program mandatori B30 sepanjang 2021.
Dengan disalurkannya B30 sebanyak 32,7 di sepanjang tahun lalu, maka potensi penghematan yang ditimbulkan adalah sebesar US$4,45 miliar.