Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bramantyo Djohanputro

Dosen Finance, Governance, Risk, and Compliance di PPM School of Management

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Persiapan Menuju Indonesia Hijau

Ketersediaan makanan menjadi isu besar. Semakin banyak jumlah penduduk dunia, kian besar pula kebutuhan makanan.
Industri hijau/Ilustrasi
Industri hijau/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Dunia akan kiamat. Film berjudul Knowing yang dibintangi Nicolas Cage, mengangkat teori gelombang panas bumi akibat bocornya lapisan atmosfer, sehingga tidak ada yang menahan panas matahari. Alhasil, seluruh mahluk hidup musnah. Bungker tidak dapat melindungi manusia dari gelombang panas matahari.

Tugas manusia, melalui pemerintah maupun seluruh masyarakat global, adalah menahan kenaikan laju panas bumi, mengurangi sebesar mungkin emisi karbon, bahkan emisi neto diusahakan nol, dengan tetap memperhatikan 3 Ps, yaitu prosperity, people, dan planet atau ESE (economic wealth, social wealth, environmental wealth. Perlu kebijakan makro di tiap negara, termasuk Indonesia, dan langkah strategis skala mikro menuju Indonesi Hijau.

Quiggin dan kawan-kawan menyampaikan hasil Climate Change Risk Assessment 2021 pada September tahun lalu. Dunia disebut dalam kondisi berbahaya karena kebijakan yang kurang tepat, sehingga risiko berlipat ganda. Bila tidak ada tindakan segera dari seluruh pemerintahan di dunia, tidak melakukan perbaikan terhadap nationally determined contribution, dampak buruk akan mengadang dalam beberapa dekade ke depan.

Menurut mereka, risiko katastropik pertama adalah turunnya produktivitas dan tingkat kesehatan masyarakat. Hal ini berdampak pada hilangnya jam kerja, turunnya kesehatan sampai kematian, dan anjloknya laju ekonomi.

Ketersediaan makanan juga menjadi isu besar. Semakin banyak jumlah penduduk dunia, kian besar pula kebutuhan makanan. Malthus menyatakan pertumbuhan makanan mengikuti deret ukur dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret hitung. Artinya, laju pertumbuhan makanan lebih lambat dari pertumbuhan penduduk yang membutuhkan makanan.

Teori Malthus ditentang karena semakin banyak jenis tanaman tidak cocok dengan suhu yang meningkat. Jadi, diperkirakan ketersediaan makanan akan menjadi persoalan katastropik. Lalu muncul gejolak sosial. Negara-negara kurang maju dan berkembang menghadapi masalah sanitasi, sehingga kesehatan masyarakat pun terganggu, bahkan berdampak pada kematian.

Laporan Quiggin dkk. menyebutkan terjadi peningkatan banjir sebesar 23 persen pada 2020 dibandingkan dengan sebelumnya. Sekitar satu miliar orang saat ini tinggal di tanah dengan ketinggian 10 meter di atas garis gelombang laut. Lainnya sekitar 230 juta penduduk dunia tinggal di dataran dengan ketinggian satu meter di bawah permukaan laut.

Dengan demikian diperlukan perlu agresifitas kebijakan dan strategi pengurangan emisi karbon dan menuju net zero pledges. Misalnya, penurunan emisi karbon dari energi yang mencapai 70 persen dari total emisi, dalam kondisi kebutuhan transportasi yang terus meningkat, perlu diperkuat.

Pemerintah seperti disampaikan Kemenko Bidang Perekonomian telah melakukan langkah-langkah menerapkan ekonomi hijau. Misalnya, kerja sama dalam hal carbon capture utilization and storage (CUSS), penanganan kebakaran hutan, penurunan tingkat deforestasi dan restorsi hutan bakau, serta pengembangan kendaraan ramah lingkungan, termasuk mobil listrik.

Upaya pemerintah sejak 2015 juga sudah luar biasa menuju Indonesia Hijau. OECD melakukan tinjauan kebijakan pertumbuhan hijau Indonesia 2017–2019 bertema Berinvestasi pada Iklim, Berinvestasi pada Pertumbuhan. Salah satu isu penting yang diangkat adalah penggunaan energi terbarukan mencapai 33 persen, sedangkan sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil, dan sisanya gas alam. Artinya, emisi karbon masih tinggi.

Karena harus bergerak cepat maka kata kunci utamanya adalah inovasi. Terkait dengan Indonesia Hijau, inovasinya berhubungan erat dengan pengembangan produk untuk pencegahan dan penanganan dampak pemanasan global. Pengalihan ke energi terbarukan, kendaraan ramah lingkungan, dan upaya net zero pledges merupakan respons pencegahan dari risiko tersebut.

Adapun inovasi pengembangan tanaman yang sesuai dengan perubahan iklim, pengembangan sistem sanitasi, struktur dan arsitektur bangunan yang cocok dengan iklim baru merupakan respons penanggulangan terhadap dampak pemanasan bumi.

Penanganan dampak dengan mencari lahan kehidupan dan migrasi ke planet lain juga merupakan solusi tetapi terlalu ekstrem untuk Indonesia yang masih jauh dari kemampuan ini. Kebijakan nasional perlu ditinjau dan dikembangkan untuk memastikan inovasi oleh semua pihak menuju Indonesia Hijau.

Inovasi, pertama-tama, terkait erat dengan peta jalan, roadmap, penelitian dari tahap pengembangan konsep sampai komersialisasi. Perlu dipastikan bahwa semua aspek menuju Indonesia Hijau masuk ke ranah riset, inovasi, dan komersialisasi.

Peta jalan riset, inovasi, dan komersialisasi perlu dikembangkan dan dijalankan oleh berbagai pihak. Bukan hanya perguruan tinggi dan lembaga riset seperti BRIN tetapi juga perusahaan-perusahaan sesuai dengan jenis bisnisnya.

Implikasi dari kebijakan dan peta jalan ini akan beragam pada tingkat mikro atau lembaga, termasuk perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah ukuran kinerja, yang sebaiknya mencakup 3P yaitu prosperity, people, planet. Jadi, instrumen penilaian kinerja unggul perlu ditinjau kembali untuk menjamin keberlanjutan perusahaan dan juga nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper