Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyoroti hasil temuan sementara dari investigasi kecelakaan Balikpapan, Kalimantan Timur. Diyakini banyak kendaraan barang lain yang memiliki kondisi serupa.
Adapun hasil temuan sementara dari investigasi kecelakaan maut tersebut adalah adanya perpanjangan ROH (Rear Over Hang) dan perubahan konfigurasi pada sumbu ban dari 1-1 menjadi 1-2-2 pada truk tersebut sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi asli kendaraan.
"Itu ribuan yang seperti itu. Mau diapain itu mobil kalau nggak dibuat aturannya. Jadi perlu dipertanyakan kepada pemerintah mau diapakan mobil itu. Harus dicari dong jalan keluarnya," kata Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan, Senin (24/1/2022).
Gemilang menyebut, adanya perubahan bentuk yang dilakukan para pemilik kendaraan dikarenakan tidak tersedianya kendaraan yang tepat untuk mengangkut muatan seperti kontainer.
Menurutnya, idealnya kontainer diangkut oleh truk trailer. Namun yang terjadi, banyak truk yang dasarnya truk engkel ditambah sumbu bannya sehingga menjadi tronton dan dianggap sudah mampu mengangkut kontainer.
Padahal, sambung Gemilang, tronton sendiri sistem pengeremannya tidak dilengkapi dengan chamber di depan dan belakang (seperti trailer) sehingga kemampuan rem untuk mengangkut muatan kontainer apalagi hingga 20 ton itu sangat riskan.
"Mestinya [tronton] itu bisa dirubah menjadi trailer yang penting dikasih izinnya, regulasinya merubah itu. Apalagi di sana itu di daerah Kalimantan itu kalau pakai trailer jalannya belum memadai. Itu banyak di sana sebagian besar masih menggunakan tronton. Jadi sudah ribuan mobil di sana yang seperti itu," ucapnya.
Lebih lanjut dia berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dapat mengeluarkan izin modifikasi truk tronton menjadi trailer. Sebab, bila pengusaha diharuskan membeli trailer yang baru harganya cukup mahal dan memberatkan.
Selama ini, imbuh dia, perubahan bentuk kendaraan dilakukan tanpa izin. Semua truk di Kalimantan dan Sumatra sebagian besarnya telah diubah.
"Mau diapain. Kalau mau beli trailer kan nggak punya duit. Semestinya kami boleh merubah [tronton] itu menjadi trailer. Jadi bisa dimodifikasi, supaya orang bisa patuh menggunakan trailer semua berilah izin. Ini kan nggak boleh izin modifikasi, beli baru kan kita nggak sanggup. Nanti keamanannya juga akan sama persis karena kan mobilnya sama cuma bak-nya aja yang dicopot dan diganti atau pasang trailer," ujar Gemilang.
Dia menambahkan, saat ini proses perizinan untuk modifikasi kendaraan harus melalui persetujuan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). Sayangnya, hal itu mustahil untuk terwujud.
Maka dari itu, menurut Gemilang harus ada regulasi yang jelas agar perubahan bentuk kendaraan ini tidak harus mengikuti prosedur yang sudah pasti tidak mungkin ditempuh seperti perizinan dari ATPM.
"Selama ini perubahan bentuk yang harus diajukan kepada pemerintah tetapi harus mendapat persetujuan dari ATPM. Itu sampai kapan pun nggak bakal dikasih. Ngapain gue kasih [izin] beli aja yang baru, begitu kata mereka," tutup Gemilang.