Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kerek Ekspor Alas Kaki, Iklim Investasi Jadi Tantangan

Sepanjang Januari–November 2021, kinerja ekspor alas kaki nasional mencatatkan pertumbuhan 27,3 persen menjadi US$5,52 miliar yang didominasi oleh sepatu olah raga sebesar 69,52 persen.
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu untuk ekspor. /JIBI-Wahyu Darmawan
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu untuk ekspor. /JIBI-Wahyu Darmawan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyatakan iklim investasi menjadi tantangan bagi upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor alas kaki. Hal itu terkait dengan biaya input tenaga kerja yang harus dijaga agar harga di pasar ekspor dipertahankan tetap kompetitif.

Sepanjang Januari–November 2021, kinerja ekspor alas kaki nasional mencatatkan pertumbuhan 27,3 persen menjadi US$5,52 miliar yang didominasi oleh sepatu olah raga sebesar 69,52 persen.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan peluang perluasan kinerja ekspor alas kaki masih terbuka lebar. Di satu sisi Indonesia memiliki nilai tambah setelah mampu mempertahankan utilitas produksi di tengah pandemi. Namun di sisi lain, iklim investasi terkait dengan tenaga kerja tetap menjadi tantangan.

"Misalnya dalam tahun kemarin, salah satunya soal Undang-undang cipta kerja, ada perubahan pada tata kelola ketenagakerjaan, itu cukup berpihak untuk industri alas kaki yang padat karya," kata Firman kepada Bisnis, Minggu (23/1/2022).

Beleid turunan tersebut yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2021 tentang pengupahan yang mengatur formula baru kenaikan upah setiap tahun. Dengan kenaikan upah yang rata-rata 8,6 persen per tahun dalam lima tahun terakhir, Firman menyatakan daerah yang tadinya lebih kompetitif seperti Jawa Tengah akan bergerak menjadi tidak kompetitif dalam waktu 10 tahun.

Jika kenaikan upah tak dikendalikan, dampaknya dapat mengakibatkan relokasi industri ke daerah yang lebih kompetitif biaya upahnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan relokasi ke luar Indonesia.

"Nah, karena di pasar utama kita harga itu cenderung stabil, tetapi faktor industrinya naik terus, pasti akan ada satu titik dimana kita menjadi tidak kompetitif, akhirnya yang terjadi adalah relokasi," jelasnya.

Selain itu, Firman juga mendorong percepatan perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) meski ada beberapa klausul perjanjian yang perlu dicermati untuk menyesuaikan dengan kondisi industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper