Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mendag Klaim Harga Pangan 2021 Stabil, Beneran?

Inflasi volatile food selama 2021 dipengaruhi oleh kenaikan harga telur, daging ayam ras, minyak goreng, dan daging sapi pada momen Ramadan dan Idulfitri.
Pedagang menyiapkan sayuran dan buah yang dibeli konsumen melalui aplikasi pesan instan di pasar Joyoaagung, Malang, Jawa Timur, Senin (30/3/2020). Pengelola pasar tersebut sengaja menyediakan operator layanan pengiriman belanja gratis untuk membantu masyarakat dalam memperoleh bahan pangan agar tidak perlu berbelanja keluar rumah di tengah mewabahnya virus Corona./ANTARA FOTO-Ari Bowo Sucipto
Pedagang menyiapkan sayuran dan buah yang dibeli konsumen melalui aplikasi pesan instan di pasar Joyoaagung, Malang, Jawa Timur, Senin (30/3/2020). Pengelola pasar tersebut sengaja menyediakan operator layanan pengiriman belanja gratis untuk membantu masyarakat dalam memperoleh bahan pangan agar tidak perlu berbelanja keluar rumah di tengah mewabahnya virus Corona./ANTARA FOTO-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengeklaim bahwa harga pangan sepanjang 2021 cenderung terkendali.

Inflasi volatile food  tahun lalu sebesar 3,20 persen dan menjadi yang terendah dalam 4 tahun terakhir. Pada 2018, inflasi volatile food mencapai 3,39 persen, pada 2019 sebesar 4,30 persen, dan 2020 sebesar 3,62 persen secara tahunan. 

"Kalau dilihat dan dibandingkan dengan inflasi itu sebenarnya tidak ada kenaikan sama sekali. Mungkin karena dari sisi permintaan yang belum pulih sepenuhnya dan yang kedua mungkin pasokan pangannya juga cukup. Jadi tidak terjadi pertumbuhan yang sangat berarti," katanya, dalam konferensi pers pada Selasa (18/1/2022).

Inflasi volatile food selama 2021 dipengaruhi oleh kenaikan harga telur, daging ayam ras, minyak goreng, dan daging sapi pada momen Ramadan dan Idulfitri. Sementara pada momen Natal dan Tahun Baru 2022, inflasi didorong oleh telur, daging ayam ras, minyak goreng, dan cabai rawit.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Mohamad Ikhsan mengatakan inflasi sepanjang 2021 di angka 1,87 persen tergolong rendah dan bukan inflasi normal. Dia mengatakan ambang inflasi ideal di negara berkembang berkisar 2,5–3 persen.

Dia menjelaskan inflasi pada 2021 mencerminkan permintaan yang masih rendah akibat daya beli masyarakat yang belum pulih 100 persen. Inflasi pada 2021 juga menjadi tanda bahwa harga komoditas berhasil dikendalikan dengan baik.

Meski demikian, dia menyebutkan pemerintah perlu mengantisipasi potensi inflasi 2022 yang cukup besar. Hal ini terlihat pada inflasi volatile food yang mencapai 2,32 persen pada Desember dan inflasi IHK Desember sebesar 0,57 persen m-to-m, lebih tinggi dari rata-rata inflasi Desember 5 tahun sebelumnya sebesar 0,51 persen m-to-m.

"Kalau melihat data, volatile food sebelumnya stabil sekali, bahkan saat Ramadan dan Lebaran terjaga. Namun saat akhir tahun naik karena beberapa komoditas. Ini alarm yang harus diperhatikan," kata Ikhsan.

Dia mengatakan harga CPO global yang merembet ke harga minyak goreng memang menjadi salah satu pemicu kenaikan harga pangan pada akhir tahun, tetapi curah hujan yang tinggi pada Desember sampai Februari juga perlu diwaspadai karena akan berdampak pada produksi beberapa komoditas pangan.

"Karena itu perlu mitigasi. Stok harus naik dan mungkin kita harus membuka keran impor pada kuartal I/2022 agar volatile food ini dapat dijaga," kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper