Bisnis.com, JAKARTA – Utilitas kapasitas produksi minuman ringan membaik ke angka 70 persen hingga 75 persen pada kuartal terakhir 2021. Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mencatat, perbaikan utilitas tersebut terdorong oleh momentum Natal dan Tahun Baru atau Nataru.
Ketua Umum Asrim Triyono Pridjosoesilo mengatakan, produksi minuman ringan pada tahun ini diprediksi tumbuh 9,3 persen menjadi 7 miliar liter. Pada tahun lalu, produksi cenderung stagnan di angka 6,4 miliar liter, tak berubah dari posisi 2020.
Adapun, angka produksi sebelum pandemi Covid-19 atau pada 2019 tercatat mencapai 8 miliar liter.
“Untuk 2022, harapan kami kalau bisa tumbuh ke kisaran 7 miliar liter akan bagus,” kata Tri kepada Bisnis, dikutip Jumat (14/1/2022).
Triyono juga memproyeksikan volume produksi akan pulih ke posisi sebelum pandemi Covid-19 pada 2023 atau 2024. Sementara itu, tantangan jangka pendek pada tahun ini adalah penyebaran Covid-19 varian Omicron di Indonesia.
Dia berharap, tidak terjadi penyekatan pergerakan yang terlampau ketat seperti pada tahun lalu, sehingga pertumbuhan industri dapat dimaksimalkan.
Baca Juga
Pada 2 bulan pertama tahun ini, Triyono juga menyebut, permintaan akan melandai sebelum kemudian terjadi peningkatan pada Maret karena menyambut persiapan Ramadan dan Lebaran.
“Harapan kami kisaran Maret 2022 akan ada peningkatan lagi guna persiapan Lebaran. Mudah-mudahan tidak sampai terjadi lagi PPKM level 4 yang sangat memberatkan dunia usaha,” lanjutnya.
Sebelumnya, produksi air minum dalam kemasan (AMDK) juga diramal tumbuh hingga 5 persen menjadi 32,41 miliar liter pada tahun ini dari proyeksi realisasi tahun lalu sebanyak 30,87 miliar liter.
Ketua Umum Asosiasi Industri Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan, pihaknya berharap momentum Ramadan dan Lebaran pada tahun ini akan kembali ke kondisi sebelum pandemic Covid-19.
Menurutnya, permintaan belum sepenuhnya pulih dan momentum Lebaran yang disertai dengan aktivitas mudik akan menjadi penggerak utama pertumbuhan secara tahunan.
“Pada situasi normal, libur Ramadan dan Lebaran dibandingkan dengan bulan sebelumnya bisa tumbuh 15 persen, dan itu menjadi booster utama untuk pertumbuhan sampai satu tahun,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.