Bisnis.com, JAKARTA — Serapan industri kabel listrik tak lagi didominasi PLN. Asosiasi Perusahaan Kabel Listrik Indonesia (Apkabel) mencatat serapan kabel listrik ke PLN selama masa pandemi bahkan berada di bawah 50 persen, sisanya diserap oleh swasta. Diketahui sebelum pandemi, serapan kabel listrik ke PLN berkisar 70 persen hingga 80 persen.
Ketua Umum Apkabel Noval Jamalullail mengatakan serapan kabel listrik ke PLN versus swasta tahun ini diperkirakan 50:50 terdorong pembangunan infrastruktur distribusi dan tranmisi.
"Selama dua tahun ini, [serapan ke PLN] malah lebih kecil karena keterbatasan anggaran," kata Noval kepada Bisnis, Rabu (12/1/2022).
Namun demikian, secara individu entitas ada pula perusahaan yang sebagian besar produksinya mengalir ke PLN. Noval menjelaskan, dari 53 anggota asosiasi, sekitar 25 diantaranya menjadi mitra PLN dalam pengadaan kabel listrik. Perusahaan yang menjadi mitra, secara otomatis lebih besar serapannya ke PLN.
Namun secara nilai, serapan kabel listrik ke swasta sebenarnya lebih tinggi. Pasalnya, kabel transmisi dan distribusi PLN umumnya berbahan aluminium dimana harganya di bawah tembaga yang dipakai oleh non-PLN.
"Perbandingan harganya 3 kali, aluminium US$2.900 per ton, sementara tembaga harganya sudah US$9.500 per ton. Memang ada pabrik yang memproduksi hanya kabel alumnium," jelasnya.
Adapun tahun ini, Noval memproyeksikan permintaan kabel listrik akan tumbuh 20 persen seiring dengan bergeliatnya ekonomi dan aktivitas pembangunan. Hal itu seiring dengan utilitas diharapkan terkerek hingga 70 persen hingga 75 persen. Pembangunan kawasan industri di Indonesia bagian Timur dinilai akan berkontribusi terhadap peningkatan permintaan, meskipun diramal tidak akan terlalu signifikan.
Sementara itu, utilitas kapasitas produksi kabel fiber optic tercatat berada di angka 70 persen hingga 75 persen pada 2021, dan ditarget meningkat hingga 80 persen pada tahun ini.