Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengungkapkan larangan ekspor barang tambang atau mineral mental membuahkan dampak positif.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan larangan ekspor sementara untuk komoditas batu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan batu bara bagi pembangkit listrik di Tanah Air.
Presiden, dalam wawancaranya dengan Bisnis, meyakini bahwa langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Dia mencontohkan dampak larangan ekspor nikel yang berbuah manis.
"Sekarang ini sudah 19 bulan neraca perdagangan surplus, itu dari mana? Dari stop ekspor nikel. Muncul angka US$20,8 miliar. Dulu ekspor tanah yang ada nickel ore paling hanya US$2 miliar setahun, artinya ada lompatan yang tinggi sekali," paparnya, Kamis (6/1/2022).
Jokowi pun menegaskan pemerintah terus menjalankan larangan ekspor barang tambah mentah. "Setelah nikel, nanti tahun ini bauksit, sekarang sedang dimatangkan. Kita siapkan smelter," ujarnya.
Setelah bauksit, Jokowi menuturkan pemerintah akan mencoba larangan timah dan tembaga. "Kita harus berani!" tegasnya.
Baca Juga
Kebijakan-kebijakan ini harus diambil karena dia yakin bauran energi harus secepatnya dilakukan, baik melalui energi baru terbarukan (EBT), baik hidropower, angin, arus bawah laut, dan geothermal. "Semua harus dikembangkan lagi sehingga tidak hanya ketergantungan pada batu bara. Indonesia punya potensi besar," ungkapnya.
Dia memandang problem transisi energi di semua negara adalah telanjur memakai batu bara yang lebih murah. "Sekarang jika mau dibelokkan ke EBT yang harga produksinya dua kali lebih mahal siapa yang akan bayar selisihnya?" Hal ini yang menjadi tantangan, tambah Presiden.