Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Negara'Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan sekutunya siap untuk menambah produksi minyak yang sempat terhenti seiring dengan ketatnya suplai global.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (4/1/2022), aliansi yang terdiri dari 23 negara yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia ini akan meratifikasi rencana pemulihan produksi sebesar 400.000 barel per hari, mengembalikan pasokan yang sempat berhenti pada saat pandemi. Hal ini disampaikan oleh delegasi anonim.
Pada pertemuan pendahuluan hari Senin, analis OPEC memangkas perkiraan surplus pasokan minyak global pada kuartal I/2022. Organisasi itu memprediksi pertumbuhan pasokan yang lebih lemah dari para pesaingnya, negara non OPEC.
OPEC dan mitranya akan kembali memulai sekitar dua per tiga produksi yang ditahan pada 2020. Sejauh ini OPEC telah berhasil menjaga harga minyak mentah internasional diperdagangkan mendekati US$79 per barel.
Komite Teknis Gabungan OPEC+ (JTC) menilai surplus sebanyak 1,4 juta barel per hari dalam 3 bulan pertama pada 2022 masih 25 persen lebih kecil dari perkiraannya pada bulan lalu.
Komite tersebut juga mengatakan varian omicron memberikan dampak ringan dan jangka pendek karena dunia menjadi lebih siap untuk mengelola Covid-19 dan tantangan terkaitnya.
Dalam pertemuan terpisah, OPEC menunjuk ahli minyak dari Kuwait Haitham Al-Ghais sebagai sekjen yang baru. Para peramal termasuk OPEC dan Badan Energi Internasional telah lama memperkirakan pasar minyak akan kembali surplus pada kuartal ini.
Namun, kelompok produsen ini tidak khawatir menambah produksi ketika surplus lantaran persediaan bahan bakar saat ini pada tingkat rendah dan biasanya diisi ulang selama jeda permintaan musiman.
Perlu diketahui, pasokan di negara maju mencapai 85 juta barel per November, di bawah rata-rata pada 2015 - 2019, menurut JTC.
Indikator pada konsumsi bahan bakar memperlihatkan bahwa produksi ekstra dari OPEC+ bakal bisa diserap, kecuali oleh satu negara besar Asia yang mencatatkan peningkatan mobilitas dari bulan ke bulan, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg pada 27 Desember.
Kendati optimistis, keputusan ini juga mengandung risiko pada saat 1.300 perjalanan udara malam Tahun Baru di AS dibatalkan.
Sementara itu, China sebagai konsumen minyak terbesar di Asia juga tengah memperlihatkan sinyal lemahnya permintaan karena kebijakan nol Covid dan target ambisius untuk mengurangi polusi.